Saran Ahli, Pabrik Nikel Jenis Ini Baiknya Dibatasi, Ini Alasannya

JurnalPatroliNews – Jakarta,- Indonesia merupakan pemilik sumber daya nikel terbesar di dunia.

Namun sayangnya, dari sisi cadangan terbukti, ketersediaan nikel RI ini, berdasarkan perkiraan para ahli dan pengusaha, bisa habis pada sembilan tahun mendatang.

Hal ini terutama ketika eksplorasi tidak dilanjutkan dan permintaan bijih nikel semakin melonjak akibat makin maraknya pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel di dalam negeri.

Dewan Penasihat Asosiasi Profesi Metalurgi Indonesia (Prometindo) Arif S. Tiammar mengungkapkan bahwa terdapat dua jenis bijih nikel yang digunakan untuk diolah di smelter, yakni nikel kadar tinggi (saprolite) dan nikel kadar rendah (limonite).

Arif menyebutkan bahwa konsumsi saprolite dalam negeri lebih besar dibandingkan dengan konsumsi limonite.

Dengan begitu, dia menyarankan agar pemerintah segera membatasi pembangunan smelter yang menggunakan bijih kadar tinggi (saprolite) ini.

Adapun bijih nikel kadar tinggi ini biasa diolah menjadi Nickel Pig Iron (NPI) atau feronikel yang merupakan nikel kelas dua.

Produk NPI dan feronikel ini bisa diolah lagi menjadi stainless steel. Sementara nikel kadar rendah (limonite) bisa diolah menjadi nikel sulfat yang kemudian bisa diolah lagi menjadi bahan baku katoda baterai kendaraan listrik.

Pihaknya memperkirakan, pada 2025 Indonesia akan mengonsumsi bijih nikel kadar tinggi hingga 150 juta ton per tahun dan bijih nikel kadar rendah sebesar 80 juta ton per tahun.

“Saya capture tahun 2025 ya, itu saya kira saprolite yang dibutuhkan 150 juta ton, sementara limonite yang dipakai di metalurgi untuk leaching kira-kira 80 juta ton,” ungkapnya, dikutip Kamis (26/1/2023).

Oleh karena itu, pihaknya menyarankan agar pemerintah segera membuat moratorium untuk smelter nikel yang mengolah bijih nikel kadar tinggi (saprolite) terutama karena konsumsinya jauh lebih besar dibandingkan dengan limonite.

“Adapun moratorium itu sendiri saya kira hanya cukup untuk smelter yang gunakan saprolite.

Sedangkan yang menggunakan limonite, nikel kadar rendah, saya kira ini dikasih kesempatan untuk terus beroperasi, berkonstruksi,” ungkapnya.

Dia menilai, jika konsumsi saprolite tidak dibatasi, maka Indonesia akan segera kehabisan cadangan nikel dalam belasan tahun ke depan.

Sedangkan, untuk jenis limonite dia mengatakan persediaannya masih tersedia.

“Soal saprolite ya, bijih nikel kadar tinggi tidak dimoratorium, saya kira saat ini umur tambang kita hanya tinggal belasan tahun, kasian cucu kita.

Sementara limonite itu masih relatif lama karena dari sisi kapasitas masih terbuka,” tandasnya.

Hal senada diungkapkan CEO Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) Alexander Barus.

Alex mengatakan persediaan nikel di Indonesia akan semakin menipis, bahkan diprediksikan tidak akan mencukupi kebutuhan pasokan dalam negeri pada sembilan tahun mendatang.

Dia mengungkapkan, smelter nikel yang masif dibangun di Indonesia perlu diperhatikan lebih lanjut.

Dia khawatir, nantinya pemilik smelter nikel akan berebut untuk mendapatkan pasokan nikel, yang saat ini statusnya diperkirakan hanya berumur sembilan tahun lagi.

“Dalam hal ini kita juga harus berpikir bahwa nanti kalau ini terus smelter dibangun, maka para smelter ini tentunya harus berebutan untuk mendapatkan input bahan bakunya.

Komentar