JurnalPatroliNews – Gaza – Israel kembali melancarkan serangan udara besar-besaran ke Jalur Gaza pada Senin (17/3/2025) setelah perundingan gencatan senjata dengan Hamas menemui jalan buntu. Serangan ini menewaskan sedikitnya 69 warga Palestina, termasuk perempuan dan anak-anak, serta meningkatkan kekhawatiran eskalasi konflik di Timur Tengah.
Sumber dari pemerintahan Amerika Serikat mengonfirmasi bahwa Israel telah berkonsultasi dengan Presiden Donald Trump sebelum melancarkan serangan tersebut. Sekretaris Pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, menyebut bahwa pemerintahan Trump telah menerima informasi langsung dari Israel terkait operasi ini.
“Pemerintah Israel berkoordinasi dengan Gedung Putih mengenai serangan mereka di Gaza malam ini,” ujar Leavitt dalam wawancara di program “Hannity” di Fox News, mengutip laporan AFP dan Reuters, Selasa (18/3/2025).
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menegaskan bahwa keputusan untuk melanjutkan serangan ini diambil karena kegagalan Hamas dalam memenuhi tuntutan terkait pembebasan sandera.
“Israel, mulai sekarang, akan bertindak melawan Hamas dengan kekuatan militer yang semakin meningkat,” tegas Netanyahu.
Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, juga memperingatkan bahwa tekanan militer terhadap Gaza akan terus berlanjut.
“Gerbang neraka akan terbuka di Gaza jika para sandera tidak dibebaskan. Kami tidak akan berhenti berperang sampai semua sandera kami kembali ke rumah dan kami mencapai semua tujuan perang,” kata Katz.
Di sisi lain, Hamas mengecam keras serangan tersebut, menyebutnya sebagai pelanggaran perjanjian gencatan senjata yang telah disepakati sebelumnya. Kelompok itu juga memperingatkan bahwa tindakan agresif Israel dapat membahayakan keselamatan sandera yang masih mereka tahan.
Serangan ini mengakhiri periode relatif tenang sejak Januari 2025, ketika gencatan senjata sementara berhasil mengurangi intensitas pertempuran antara Israel dan Hamas. Selama masa tersebut, puluhan sandera Israel telah dibebaskan oleh Hamas, sementara hampir 2.000 tahanan Palestina juga dibebaskan dalam kesepakatan pertukaran tahanan.
Komunitas internasional, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Uni Eropa, menyatakan keprihatinan mendalam atas peningkatan kekerasan ini. Mereka mendesak kedua belah pihak untuk menahan diri dan kembali ke jalur diplomasi guna mencari solusi damai yang berkelanjutan.
Komentar