Sikap Indonesia dalam Konflik Timur Tengah Dinilai Konsisten, Komitmen untuk Palestina Tak Goyah

JurnalPatroliNews – Yogyakarta – Pengamat geopolitik Timur Tengah dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Siti Mutiah Setiawati, menegaskan bahwa Indonesia secara konsisten mempertahankan prinsip politik luar negeri yang bebas dan aktif, terutama dalam menyuarakan dukungan terhadap kemerdekaan Palestina di tengah konflik yang masih membara di kawasan Timur Tengah.

Dalam keterangannya di Yogyakarta, Minggu (22/6), Prof. Siti menyebut bahwa meski dihadapkan pada tekanan global dan dilema geopolitik, Indonesia tetap berpihak pada nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan. “Sikap Indonesia bukan hanya simbolik, tapi berpijak kuat pada landasan konstitusional dan prinsip dasar politik luar negeri kita,” ujarnya.

Ia menjelaskan, ada tiga fondasi utama yang menjadi pijakan diplomasi Indonesia. Pertama, prinsip bebas aktif yakni tidak berpihak pada kekuatan global manapun, tetapi tetap proaktif dalam merespons isu-isu internasional, termasuk konflik berkepanjangan antara Palestina dan Israel. Prinsip ini menurutnya sudah menjadi cerminan posisi Indonesia sejak era Perang Dingin, sebagai penyeimbang di tengah tarik menarik kepentingan Blok Barat dan Timur.

Kedua, landasan moral dan konstitusional dari Pembukaan UUD 1945 yang secara tegas menolak segala bentuk penjajahan karena dianggap bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan universal.

Dan yang ketiga, kebijakan bertetangga baik (good neighbour policy), yang mengedepankan hubungan harmonis antarnegara dan menghindari konflik dengan pihak manapun selama memperjuangkan kepentingan bersama.

“Melalui sikap ini, Indonesia membangun citra sebagai negara yang menolak penindasan dan terus mendorong terciptanya perdamaian global,” jelas Prof. Siti.

Namun, ia tidak menampik bahwa dukungan terhadap Palestina menghadapi berbagai tantangan, baik internal maupun eksternal. Salah satu hambatan terbesar datang dari konflik internal di Palestina sendiri perpecahan antara faksi Hamas dan Fatah yang belum kunjung selesai.

Sementara itu, dominasi Israel yang disokong penuh oleh Amerika Serikat menjadi batu sandungan dalam setiap upaya perdamaian yang bermakna. “Peta politik di Timur Tengah terus berubah dan Indonesia harus cermat membaca arah kekuatan global agar tidak salah langkah,” tambahnya.

Prof. Siti juga menyoroti lemahnya solidaritas negara-negara Arab dalam mendukung Palestina. Negara-negara seperti Mesir, Bahrain, Yordania, dan Uni Emirat Arab justru telah membuka hubungan resmi dengan Israel, khususnya pasca penandatanganan Abraham Accord pada 2020. Bahkan, sebagian perundingan antara pihak Arab dan Israel tak lagi menyinggung secara eksplisit soal kemerdekaan Palestina sebagai bagian dari penyelesaian konflik.

Meski demikian, Indonesia tetap mengambil peran aktif, baik melalui bantuan kemanusiaan maupun jalur diplomasi internasional. Pemerintah terus mendorong negara-negara dengan kekuatan veto di Dewan Keamanan PBB agar mendesak penghentian agresi dan mendorong gencatan senjata permanen.

“Langkah-langkah diplomatik seperti ini menunjukkan bahwa Indonesia tetap pada komitmennya untuk menegakkan keadilan dan membela hak rakyat Palestina, tanpa harus tunduk pada tekanan dari kekuatan besar dunia,” tegas Prof. Siti.

Ia menutup dengan menekankan pentingnya Indonesia tetap menjaga prinsip dasar politik luar negerinya sebagai panduan dalam menghadapi situasi global yang semakin kompleks. “Bebas aktif bukan hanya slogan, tapi panduan etis dan strategis dalam menjalankan diplomasi kemanusiaan,” pungkasnya.

Komentar