JurnalPatroliNews – Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyoroti mengenai fenomena gig economy atau ekonomi paruh waktu sebagai salah satu tantangan yang dihadapi Indonesia dan hampir seluruh negara di dunia.
“Gig economy. Hati-hati dengan ini, ekonomi serabutan, ekonomi paruh waktu. Kalau tidak dikelola dengan baik, ini akan menjadi tren,” kata Presiden Jokowi pada pembukaan Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) XXII dan Seminar Nasional 2024 di Jakarta, Kamis (19/9).
Presiden menjelaskan, gig economy memungkinkan perusahaan untuk merekrut tenaga kerja paruh waktu atau pekerja kontrak jangka pendek seperti freelancer. Dalam menghadapi situasi ini, hilirisasi dinilai sebagai strategi penting untuk meningkatkan perekonomian nasional. Selain sektor mineral seperti nikel, Jokowi menekankan pentingnya hilirisasi di sektor-sektor yang menyerap banyak tenaga kerja, seperti industri rumput laut, kopi, dan kakao.
“Saya berharap ISEI benar-benar dapat merancang strategi hilirisasi yang padat karya,” kata Presiden.
Sri Susilo, seorang ekonom dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), menambahkan bahwa fenomena ekonomi gig sudah pernah diperingatkan oleh Bank Dunia. Namun, menurutnya, ekonomi gig juga memiliki sisi positif, seperti fleksibilitas waktu dan pendapatan yang tidak terbatas pada sektor formal. Selain itu, sektor ini dapat menciptakan lapangan kerja baru seiring dengan perkembangannya.
Sebagai contoh, Sri menyebut konten kreator yang awalnya bekerja sendiri, tetapi kemudian dapat merekrut tim seperti kameramen dan editor seiring pertumbuhan bisnisnya, sehingga menyerap tenaga kerja baru.
Meski hilirisasi dianggap sebagai solusi penting untuk menghadapi deindustrialisasi dan mempersempit lapangan kerja, Sri menekankan bahwa pengembangan sektor hulu juga perlu diperhatikan. Menurutnya, pengembangan industri dari hulu ke hilir dapat mencegah deindustrialisasi dan menambah nilai ekonomi.
Sri juga menyoroti pentingnya insentif pemerintah untuk mendukung hilirisasi dan huluisasi padat karya.
“Jika dibiarkan sesuai mekanisme pasar, ke depan akan lebih banyak orang menggunakan teknologi adat modal yang sedikit menggunakan tenaga kerja. Karena itu, perlu insentif untuk investasi yang pro padat karya sehingga penyerapan tenaga kerja terus meningkat,” pungkas Sri.
Komentar