JurnalPatroliNews – Pada pagi hari Rabu, 8 Juni 1967, kapal intelijen milik Angkatan Laut Amerika Serikat, USS Liberty, tengah melakukan patroli di perairan internasional dekat Semenanjung Sinai. Dalam situasi yang tampak tenang itu, tiba-tiba radar kapal mendeteksi pergerakan pesawat tak dikenal yang melaju dengan kecepatan tinggi menuju posisi mereka.
Kapten kapal, William L. McGonagle, segera memahami bahwa situasi genting tengah berlangsung. Ia melaporkan temuan ini ke komando armada AL AS, namun belum sempat mendapat tanggapan, dua jet tempur langsung menghujani kapal dengan tembakan. Serangan mendadak ini menewaskan sembilan awak kapal dan melukai puluhan lainnya, termasuk McGonagle yang tertembak di beberapa bagian tubuhnya.
Mengira serangan dilakukan oleh pihak militer Mesir lawan utama Israel dalam Perang Enam Hari yang sedang berlangsung kapten kapal menginstruksikan pasukannya untuk membalas. Ketegangan meningkat, terutama saat kapal torpedo ikut menyerang dan salah satu torpedo menghantam Liberty hingga menewaskan 25 awak tambahan.
Total korban tewas dalam insiden ini mencapai 34 orang, sementara puluhan lainnya mengalami luka serius. Kapal sendiri nyaris tenggelam, dalam kondisi rusak berat akibat tembakan dan ledakan.
Namun, di tengah kekacauan, sesuatu yang tak terduga terjadi. Para penyerang menyadari bahwa kapal tersebut bukan milik musuh. Saat mereka mendekati sekoci penyelamat, tampak jelas simbol Angkatan Laut AS di badan kapal. Realitas pahit pun terungkap: USS Liberty diserang bukan oleh lawan, melainkan oleh sekutu dekat Israel.
Menurut pengakuan James M. Ennes dalam bukunya Assault on the Liberty, kapal tersebut menjalankan misi pengumpulan intelijen secara diam-diam dan tidak menyertakan identitas negara, tidak pula mengibarkan bendera Amerika. Bahkan, keberadaannya tidak diinformasikan ke Israel, meskipun wilayah itu sedang bergejolak akibat perang besar.
Kecurigaan Israel terhadap kapal tak dikenal yang beroperasi tanpa identitas di perairan yang sedang dikunci tinggi. Mereka sempat menerima laporan serangan terhadap pasukan darat mereka, dan melihat kapal asing tersebut sebagai ancaman disangka kapal tempur milik Mesir.
Dalam kondisi penuh ketegangan, militer Israel memutuskan menyerang tanpa tahu mereka sebenarnya menghantam kapal sekutu.
Saat kabar penyerangan diterima Washington, dugaan awal mengarah pada Rusia. Namun setelah terkonfirmasi bahwa pelakunya adalah Israel, respons Amerika berbalik marah meski tetap terkontrol. Israel mengakui kesalahan dan menawarkan kompensasi kepada keluarga korban sebesar US$12 juta.
Presiden Lyndon B. Johnson akhirnya menerima permintaan maaf itu. Namun, peristiwa tersebut tetap menyisakan kekecewaan mendalam, terutama di kalangan keluarga prajurit yang gugur. Mereka merasa bahwa jika pelaku bukan Israel, Amerika akan memberikan respons yang lebih keras bahkan mungkin balasan militer.
Insiden USS Liberty menjadi salah satu catatan paling menyakitkan dalam sejarah militer Amerika pasca-Perang Dunia II. Sebuah tragedi yang terjadi bukan karena serangan musuh, melainkan karena kesalahan sekutu sendiri.
Komentar