Umat Buddha Sambas Laporkan Dugaan Pengambilalihan Aset Vihara ke Kejati Kalbar

JurnalPatroliNews – Jakarta –  Sengketa kepemilikan lahan dan yayasan keagamaan kembali mencuat di Desa Jelutung, Kecamatan Pemangkat, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Kali ini, umat Buddha melalui kuasa hukumnya melaporkan dugaan pengambilalihan aset dan yayasan mereka oleh pihak yang diduga berasal dari kelompok agama lain.

Kuasa hukum Yayasan Catur Arya Satyani, Raka Dwi Permana, menjelaskan bahwa yayasan tersebut telah berdiri sejak era 1800-an. Awalnya dikenal sebagai tempat ibadah bernama Sip Fuk Thong, yayasan ini kemudian secara resmi berdiri berdasarkan akta notaris tahun 1979 dan mengalami perubahan nama menjadi Yayasan Catur Arya Satyani pada 1985.

Menurut Raka, yayasan ini mengelola lahan seluas kurang lebih sepuluh hektar dan menjadi pusat kegiatan keagamaan umat Buddha setempat, termasuk Vihara Tri Dharma yang kini menjadi pusat perhatian dalam sengketa ini.

Permasalahan mulai muncul ketika pada 16 Oktober 2020, sekelompok orang menggelar pertemuan yang melibatkan Ketua Yayasan, Ngui Tjhan Kie, untuk membahas penyusunan struktur pengurus baru. Yang menjadi sorotan, mayoritas peserta rapat tersebut bukan beragama Buddha, dan diduga dalam kesempatan itulah dokumen penting yayasan berpindah tangan.

“Berdasarkan pengakuan klien kami, dokumen seperti akta perubahan yayasan hingga sertifikat tanah diberikan kepada seseorang berinisial MJ, yang diduga bukan beragama Buddha,” ungkap Raka dalam pernyataan tertulis pada Rabu, 14 Mei 2025.

Selang sebulan kemudian, Ngui Tjhan Kie disebut-sebut kembali diminta menandatangani berita acara pengurus baru yayasan. Raka menyebut, penandatanganan ini dilakukan dalam situasi yang menekan dan tanpa pemahaman menyeluruh dari ketua yayasan terkait prosedur yang sah.

Skandal ini terkuak setelah anak dari ketua yayasan membocorkan dokumen berita acara tersebut kepada komunitas Buddha di Pemangkat. Merespons hal itu, umat Buddha segera melapor ke Majelis Agama Buddha Tridharma Indonesia (Magabutri) tingkat kabupaten.

Pihak Magabutri kemudian melakukan klarifikasi langsung kepada Ngui Tjhan Kie yang mengaku menandatangani dokumen di bawah tekanan dan dalam kondisi yang tidak ideal secara mental maupun pemahaman hukum.

“Kami menolak kepengurusan baru yayasan yang disusun oleh kelompok yang bukan bagian dari komunitas kami,” tegas Raka mewakili sikap umat Buddha Pemangkat.

Tindakan lanjutan pun dilakukan. Raka menyatakan bahwa pihaknya secara resmi telah menyampaikan laporan kepada Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat sebagai bentuk langkah hukum atas dugaan perampasan aset dan intervensi terhadap yayasan keagamaan.

“Hari ini, kami telah mengajukan pengaduan resmi ke Kejati Kalbar demi menuntut keadilan dan mempertahankan hak keagamaan klien kami,” tegasnya.

Raka juga berharap aparat penegak hukum tidak tinggal diam terhadap tindakan yang berpotensi merusak harmoni dan toleransi antarumat beragama. Ia menegaskan bahwa komunitas Buddha di Pemangkat akan terus memperjuangkan hak-hak mereka dari upaya sistematis yang diduga dilakukan oleh pihak luar.

Komentar