Warga Desa Sepatin Kecewa Kakan BPN Kukar Tolak Layani Permohonan SKPT

JurnalPatroliNews – Tenggarong,- Perseteruan hukum antara warga Desa Sepatin, Kecamatan Anggana, Kabupaten Kutai Kartanegara dengan Pertamina Hulu Mahakam dan SKK Migas kini memasuki babak baru di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Masalah bermula dari okupasi tanah tambak warga tanpa ganti rugi, dengan dalih tanah tersebut berada di kawasan hutan produksi.

Fitriani (31 tahun) dan Hj. Kana (52 tahun), dalam wawancara dengan wartawan JurnalPatroliNews, John Urip, mengungkapkan kekecewaan mereka terhadap A. Nugraha, Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur.

“Permohonan Surat Keterangan Penguasaan Tanah (SKPT) atas tanah yang telah di miliki sudah jadi sertifikat hak milik namun ditolak, karena hanya menunjukkan fotokopi sertifikat tersebut. Sebelumnya, kami telah dijanjikan oleh Kakanwil BPN Kaltim, Asnaedi akan dibuatkan surat keterangan,” ungkap Fitriani.

Penelusuran JurnalPatroliNews mengungkap, bahwa SKK Migas dan PT. Pertamina Hulu Mahakam mendapatkan izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) pada tahun 2021 untuk menggunakan kawasan hutan produksi di blok Mahakan seluas +/- 300 hektar untuk pengelolaan gas alam. Namun, diduga proses pembebasan tanah rakyat di luar kawasan hutan produksi dilakukan tidak sesuai dengan prosedur hukum proses ganti rugi yang berlaku.

Kekisruhan terkait kasus pembebasan tanah di Desa Sepatin telah menarik perhatian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur untuk menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pihak Pertamina Hulu Mahakam, SKK Migas, dan Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara. Adapun sampai saat ini, hasil RDP tersebut tidak mampu menyelesaikan permasalahan, yang akhirnya memaksa warga untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Soleman B. Ponto, selaku kuasa hukum warga yang juga merupakan mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, menuding bahwa pembebasan tanah oleh SKK Migas dan Pertamina Hulu Mahakam melanggar Peraturan Presiden.

Ponto juga mengkritik Kepala Kantor BPN Kutai Kartanegara atas penanganan kasus ini, menduga adanya persekongkolan yang dapat merugikan keuangan negara. Dia menyerukan agar pihak Kejaksaan atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki kasus pembebasan tanah yang mencakup luas ratusan hektar ini.

“Kepala Kantor BPN Kutai Kartanegara, A. Nugraha, selalu menghindar ketika diminta untuk memberikan klarifikasi terkait masalah pembebasan tanah di Desa Sepatin. Sementara itu, staf Kantor BPN menetapkan persyaratan ketat untuk permohonan SKPT, yang mengharuskan warga untuk menunjukkan sertifikat asli tanah. Hal ini menimbulkan kebingungan bagi beberapa warga yang hanya dapat menunjukkan fotokopi sertifikat mereka,” ujar Ponto kepada redaksi JurnalPatroliNews, Minggu (23/6/24).

Perkembangan selanjutnya dari persidangan ini akan terus diikuti untuk melihat bagaimana proses hukum akan menyelesaikan konflik tanah yang semakin kompleks di Desa Sepatin ini. (Jhon)

Komentar