Henry Philips Vs Ahli Waris Masirah: Sengketa Tanah atau Kriminalisasi?

JurnalPatroliNews – Jakarta – Henry Philips masih teringat masa-masa kecil, saat masih bersama kedua orangtua di kediamannya yang sekarang di Jalan Kebon Kosong 1, Kemayoran, Jakarta Pusat.

Setelah ayah dan ibu sudah tidak ada, kini peninggalan satu-satunya rumah milik orang tua mau dirampas orang lain.

Bukan cuma itu. Wartawan sekaligus pengacara ini diseret ke meja hijau dengan tuduhan penyerobotan tanah, melanggat pasal 167 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

“Jaksa menuntut saya dengan pidana penjara enam bulan,” kata Henry Philips.

Padahal, katanya, saat pelapor membuat sertifikat di BPN (Badan Pertanahan Nasional) didasarkan pada dokumen PBB orang lain, yang terletak di Jalan Kebon Kosong Gang 2.

Selain itu, dalam sertifikat milik pelapor yang mengaku sebagai ahli waris Masirah berada di Jl. Kalibaru Barat / Kebon Kosong Gang 1 No.7B tanpa nomor RT/RW, sejatinya rumah saya di Jl. Kebon Kosong Gang 1 No. 27 RT015 RW01, ujarnya dengan wajah keheranan.

Bidang tanah yang ditempati, sebelumnya sudah didiami ayahnya, almarhum Hendrik Oskar Korengkeng, sejak 73 tahun lalu, tepatnya pada 1952.

Kejadiannya bermula pada 2017

Saat itu, datang sekelompok orang yang tidak ia kenal mendatangi rumahnya di Jalan Kebon Kosong 1 Nomor 27 RT 015/RW 01, Kelurahan Kebon Kosong, Kecamatan Kemayoran, Jakarta Pusat.

Mereka mengaku sebagai ahli waris dari Masirah dan memiliki SHM Nomor 483, yang diterbitkan Kantor Pertanahan Jakarta Pusat, pada 28 Mei 2003.

Namun dalam persidangan terungkap, mereka mengakui tidak tahu alas hak kepemilikan dari Masirah, dan mereka juga tidak mengetahui alas hak apa yg dimiliki oleh mereka sebagai dasar untuk membuat sertifikat

Sertifikat tersebut mengacu kepada tanah yang ditempati Henry. Pengakuan itu seperti geledek menyambar dirinya.

Komentar