JurnalPatroliNews – Jakarta – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Asep N. Mulyana menerima kunjungan delegasi Kedutaan Besar Belanda di Ruang Rapat JAM-Pidum, Kamis (20/3). Pertemuan ini bertujuan memperkuat kerja sama hukum antara kedua negara, khususnya dalam implementasi pidana alternatif yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru.
Delegasi dari Kedutaan Besar Belanda yang hadir dalam pertemuan ini antara lain Vice Minister for Punishment and Protection, Ministry of Justice and Security Netherlands Mr. Eric Bezem, serta perwakilan dari Dutch Probation, Reclassering Nederland.
Dalam sambutannya, JAM-Pidum menekankan bahwa KUHP baru yang telah disahkan melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 dan akan mulai berlaku efektif pada 2026, mengusung pendekatan yang lebih humanis dan restoratif. Salah satu inovasi yang diusung adalah penerapan pidana alternatif, seperti kerja sosial, guna mengurangi ketergantungan pada pidana penjara dan mengatasi masalah over kapasitas lembaga pemasyarakatan (Lapas).
“Kebijakan ini sejalan dengan semangat keadilan restoratif, korektif, dan rehabilitatif yang berorientasi pada pemulihan pelaku serta memberikan manfaat bagi masyarakat,” ujar Asep N. Mulyana.
Dukungan Regulasi dan Implementasi Pidana Alternatif
Untuk mendukung penerapan pidana alternatif, Kejaksaan telah memiliki beberapa kebijakan strategis, antara lain:
Peraturan Jaksa Agung (Perja) Nomor 15 Tahun 2020, yang mengatur penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif guna mengurangi kepadatan Lapas dan menyelesaikan perkara dengan pendekatan pemulihan bagi korban dan pelaku.
Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021, yang mengatur penyelesaian perkara penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi dengan pendekatan restoratif.
Dalam diskusi yang berlangsung, JAM-Pidum menyoroti bahwa pidana kerja sosial dapat menjadi solusi efektif dalam merehabilitasi pelaku kejahatan ringan tanpa harus memperberat beban Lapas yang sudah kelebihan kapasitas.
“Kejaksaan berkomitmen untuk memastikan bahwa pidana alternatif ini diterapkan secara adil dan efektif. KUHP baru mengatur bahwa pidana kerja sosial dapat dijalankan minimal delapan jam sehari dan maksimal enam bulan, dengan mempertimbangkan kondisi sosial dan ekonomi terpidana,” jelasnya.
Belanda Bagikan Pengalaman Penerapan Pidana Kerja Sosial
Vice Minister for Punishment and Protection Belanda, Mr. Eric Bezem, menjelaskan bahwa sistem pidana kerja sosial telah lama diterapkan di negaranya dan menjadi alternatif utama bagi kejahata
ringan. Menurutnya, 80% pidana kerja sosial di Belanda dijatuhkan oleh hakim, sementara 20% diberikan oleh jaksa, dengan durasi maksimal 120 jam dan rencana perpanjangan hingga 300 jam.
“Penerapan pidana kerja sosial di Belanda melibatkan berbagai pihak, termasuk tempat ibadah, panti jompo, dan lembaga sosial lainnya, untuk memastikan bahwa hukuman yang dijatuhkan memiliki dampak positif bagi masyarakat,” ujar Bezem.
Penguatan Kerja Sama Hukum Indonesia-Belanda
Diskusi ini diharapkan menjadi langkah awal dalam memperkuat kerja sama hukum antara Indonesia dan Belanda dalam penerapan pidana alternatif. JAM-Pidum menyatakan bahwa Kejaksaan siap untuk belajar dari pengalaman Belanda guna mengembangkan sistem pidana kerja sosial yang sesuai dengan kondisi hukum di Indonesia.
Pertemuan diakhiri dengan sesi foto bersama serta pertukaran plakat antara kedua belah pihak sebagai simbol komitmen kerja sama yang erat dalam reformasi hukum.
Komentar