JurnalPatroliNews – Jakarta — Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Kejaksaan Agung RI, Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, menyetujui penghentian penuntutan terhadap 10 perkara pidana melalui pendekatan restorative justice atau keadilan restoratif.
Persetujuan ini diambil dalam gelar perkara secara virtual yang digelar Selasa (6/5/2025), sebagai bagian dari komitmen Kejaksaan dalam menegakkan hukum yang berkeadilan dan mengedepankan pemulihan hubungan sosial.
Salah satu perkara yang mendapat persetujuan penghentian penuntutan adalah kasus pencurian yang dilakukan oleh Firmansyah bin Abdul Samad, warga Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Firmansyah disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang pencurian.
Kejadian bermula pada 12 Februari 2025, saat tersangka mengendarai motor untuk membeli es batu. Ketika melintas di depan SD Muhammadiyah di Tanah Grogot, Firmansyah melihat sebuah tas tergantung di tiang bangunan sekolah. Ia kemudian menghentikan motor, mengambil tas, dan menemukan ponsel OPPO A15S milik korban Junaidi bin Alwi. Setelah mengambil ponsel senilai Rp3,3 juta itu, Firmansyah meletakkan kembali tas di tempat semula dan membawa kabur ponsel tersebut.
Tindakan Firmansyah pun dilaporkan, dan ia ditetapkan sebagai tersangka. Namun, Kejaksaan Negeri Paser melalui Kepala Kejari Abdul Muis Ali, bersama Kasi Pidum Zakaria Sulistiono dan Jaksa Fasilitator Ma’alif Balqis, menilai kasus ini layak diselesaikan melalui keadilan restoratif. Tersangka mengakui kesalahannya dan meminta maaf, sementara korban telah memberikan maaf dan sepakat perkara tak perlu dilanjutkan ke persidangan.
Usulan penghentian penuntutan kemudian disampaikan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur Dr. Iman Wijaya, S.H., M.Hum, dan selanjutnya disetujui JAM-Pidum setelah dilakukan telaah dan ekspose perkara.
Selain kasus Firmansyah, JAM-Pidum juga menyetujui penghentian penuntutan dalam sembilan perkara lainnya dari berbagai daerah. Perkara-perkara tersebut melibatkan dugaan tindak pidana penganiayaan, pencurian, pengancaman, dan penggelapan, dengan tersangka yang belum pernah dihukum dan baru pertama kali terlibat tindak pidana.
Perkara yang disetujui untuk RJ lainnya meliputi:
- Primus Kamai (Kejari Merauke) – penganiayaan
- Ismet Rahim, Muhammad Fais Rahim, Fatmawati Luawo (Kejari Bitung) – penganiayaan bersama
- Novri Royke Piri alias Oping (Kejari Minahasa Utara) – penganiayaan
- Fanni Setiawan bin Gunawan (Kejari Kutai Timur) – penganiayaan
- Wentri Supatno Iryandi Sihombing (Kejari Samosir) – penganiayaan
- Toni Nugraha alias Asep bin Manta Mulyadi (Kejari Lebak) – pencurian
- Arnauzi bin Musa (Kejari Jakarta Utara) – pencurian
- Riyan Hidayat bin Marzuki (Kejari Musi Rawas) – pengancaman
- Dedi Kasmir alias Amir (Kejari Indragiri Hulu) – penggelapan dalam keluarga
Menurut JAM-Pidum, keputusan ini diambil dengan pertimbangan bahwa tersangka telah meminta maaf, korban memberikan pengampunan, dan unsur pidana tidak terlalu berat. Semua proses perdamaian dilakukan secara sukarela, tanpa tekanan, dan dengan musyawarah mufakat.
“Seluruh Kejari diminta segera menerbitkan SKP2 (Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan) berdasarkan prinsip keadilan restoratif sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum tahun 2022,” tegas Prof. Asep.
Langkah ini dinilai sebagai bentuk nyata kepastian hukum yang tidak hanya menghukum, tapi juga menyembuhkan, baik bagi korban, pelaku, maupun masyarakat.
Komentar