JAM-Pidum Setujui 11 Pengajuan Penghentian Penuntutan Terkait Restorative Justice

JurnalPatroliNews – Jakarta – Jaksa Agung Republik Indonesia melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, memimpin ekspose dalam rangka menyetujui 11 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.

Hal ini disampaikan oleh Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) dalam keterangan yang diterima redaksi JurnalPatroliNews Jakarta, Rabu (19/6/24).

Keadilan restoratif adalah pendekatan yang fokus pada penyelesaian konflik dengan cara rekonsiliasi antara pelaku dan korban, dengan tujuan mencapai pemulihan hubungan yang rusak akibat tindak pidana.

Asep menambahkan, adapun ke 11 nama pemohon yang telah disetujui penghentian penuntutan yaitu:

Nurja Hud alias Nurja dari Kejaksaan Negeri Tidore Kepulauan disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan. Nurja terlibat dalam kasus penganiayaan yang menyebabkan luka ringan pada korban. Proses perdamaian telah dilakukan dan korban telah memberikan maaf.

Atmaja S.P. alias Maja anak Check Donatus Dunsen dari Kejaksaan Negeri Sambas disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan. Atmaja dituduh menerima barang hasil tindak pidana (penadahan). Pelaku dan korban telah mencapai kesepakatan damai.

Muhammad Ferdi bin Muhammad Yusuf (Alm.) dari Kejaksaan Negeri Sanggau disangka melanggar Pasal 376 KUHP tentang Penggelapan. Ferdi terlibat dalam penggelapan uang perusahaan tempatnya bekerja. Ia telah mengembalikan uang yang digelapkan dan korban setuju untuk berdamai.

Andrey Kurniawan Dian Tri Legowo alias Andre alias Dian bin Budiono dari Kejaksaan Negeri Yogyakarta disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan. Andrey terlibat dalam kasus penganiayaan dengan korban yang mengalami luka ringan. Proses mediasi telah dilakukan dan korban memberikan maaf.

Kuat bin Muhadi dari Kejaksaan Negeri Kendal disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian. Kuat melakukan pencurian barang milik tetangganya. Barang telah dikembalikan dan korban bersedia memaafkan pelaku.

Laras Candra Gumilang bin Dwi Saryono dari Kejaksaan Negeri Purbalingga disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan. Laras terlibat dalam kasus penipuan dan penggelapan dana. Pelaku telah mengembalikan dana dan korban setuju untuk berdamai.

Mahyudin alias Udin bin (Alm) Suto dari Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan. Mahyudin menerima barang curian. Setelah mediasi, pelaku dan korban mencapai kesepakatan damai.

Lidiyansa alias Abay bin Asmawi dari Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan. Lidiyansa terlibat dalam kasus penganiayaan ringan. Korban telah memaafkan pelaku setelah mediasi.

Deswirman alias Win bin Jamain dari Kejaksaan Negeri Sijunjung disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan/atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan. Deswirman terlibat dalam kasus penipuan dan penggelapan. Setelah proses mediasi, korban setuju untuk berdamai dengan pelaku.

Rizky Rhamadhan alias Batak bin Deni Alpino dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian. Rizky mencuri barang milik tetangganya. Barang telah dikembalikan dan korban memberikan maaf.

Adam Darun Nafis bin Helmi Sapril dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan. Adam menerima barang hasil pencurian. Pelaku dan korban telah berdamai setelah mediasi.

Alasan Pemberian Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif:

  • Proses perdamaian telah dilaksanakan, di mana tersangka meminta maaf dan korban memberikan permohonan maaf.
  • Tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.
  • Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun.
  • Tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
  • Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.
  • Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
  • Pertimbangan sosiologis dan masyarakat merespons positif.

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.

Komentar