JurnalPatroliNews – Jakarta – Upaya reformasi dalam penanganan perkara narkotika terus berlanjut. Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana menyetujui penyelesaian lima perkara tindak pidana narkotika melalui pendekatan restorative justice (keadilan restoratif).
Persetujuan ini diumumkan dalam ekspose perkara yang digelar pada Senin (19/5), dan menandai langkah lanjutan Kejaksaan dalam menerapkan pendekatan yang lebih humanis dan berorientasi pemulihan.
Kelima kasus yang disetujui berasal dari sejumlah Kejaksaan Negeri, dengan tersangka yang sebagian besar dikategorikan sebagai pengguna narkotika. JAM-Pidum menilai bahwa kelima tersangka layak mendapatkan rehabilitasi, bukan hukuman penjara, karena memenuhi sejumlah kriteria penting sesuai dengan pedoman yang berlaku.
Rincian Perkara
Adapun lima perkara yang disetujui untuk diselesaikan melalui keadilan restoratif adalah:
- Tersangka Alfani Saputra dan Ali Marwansah dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ulu Timur. Mereka dijerat pasal 114 ayat (1), 112 ayat (1) jo. pasal 132 ayat (1), dan/atau pasal 127 ayat (1) huruf a UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
- Tersangka Irmanto dari Kejari yang sama, disangka melanggar pasal 112 ayat (1) atau pasal 127 ayat (1) huruf a UU yang sama.
- Tersangka Ega Julius dari Kejaksaan Negeri Pagar Alam, dijerat pasal 112 ayat (1), pasal 111 ayat (1), dan/atau pasal 127 ayat (1) huruf a UU Narkotika.
- Tersangka Trimakni alias Tri dari Kejaksaan Negeri Sleman, yang dijerat pasal 112 ayat (1) atau pasal 127 ayat (1) huruf a UU Narkotika.
- Tersangka I Nyoman Punia Wisesa dari Kejaksaan Negeri Kota Bekasi, disangkakan dengan pasal 127 ayat (1) UU Narkotika.
Alasan Disetujuinya Restorative Justice
Menurut JAM-Pidum, penyelesaian perkara melalui rehabilitasi diputuskan setelah mempertimbangkan berbagai aspek penting. Di antaranya, hasil tes laboratorium menunjukkan bahwa seluruh tersangka positif menggunakan narkotika. Selain itu, dari hasil penyidikan mendalam dengan metode know your suspect, diketahui bahwa para tersangka tidak terkait jaringan pengedar narkoba, melainkan pengguna pribadi.
“Para tersangka tidak pernah menjadi buronan (DPO), dan berdasarkan asesmen terpadu, mereka masuk kategori pecandu, korban penyalahgunaan, atau penyalah guna narkotika,” ujar Asep Nana Mulyana.
Lebih lanjut, JAM-Pidum menambahkan bahwa sebagian besar tersangka belum pernah direhabilitasi, atau baru menjalani rehabilitasi tidak lebih dari dua kali. Tidak ada yang berperan sebagai produsen, bandar, pengedar, maupun kurir narkoba.
Langkah Selanjutnya
Dengan disetujuinya penyelesaian perkara melalui keadilan restoratif ini, Kepala Kejaksaan Negeri setempat diminta segera menerbitkan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara. Langkah ini dilakukan sesuai dengan Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 tentang penanganan tindak pidana penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi.
“Kami menegaskan bahwa prinsip dominus litis jaksa harus dikedepankan. Kejaksaan memiliki kewenangan untuk menentukan arah penyelesaian perkara yang lebih memulihkan, bukan sekadar menghukum,” pungkas JAM-Pidum.
Pendekatan keadilan restoratif ini menjadi bentuk nyata reformasi hukum yang berfokus pada pemulihan, bukan pembalasan. Pemerintah dan aparat penegak hukum terus mendorong penerapan sistem ini, khususnya untuk kasus narkotika yang melibatkan pengguna dan korban penyalahgunaan.
Komentar