JurnalPatroliNews – Jakarta – Jaksa Agung Republik Indonesia, melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, memimpin ekspose virtual pada Senin (24/2/2025) untuk menyetujui penyelesaian lima perkara dengan pendekatan Restorative Justice.
Salah Satu Perkara yang Diselesaikan
Salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme ini melibatkan tersangka Fadhlul Munawar bin M. Saleh dari Cabang Kejaksaan Negeri Pidie di Kota Bakti. Ia diduga melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian juncto Pasal 53 Ayat (1) KUHP.
Kronologi Kasus
Peristiwa bermula pada Sabtu, 14 Desember 2024, sekitar pukul 18.00 WIB. Tersangka keluar dari rumahnya di Gampong Bangkeh, Kecamatan Geumpang, dan menemukan kunci sepeda motor yang tergantung di dinding. Tidak lama berselang, ia melihat sepeda motor Yamaha RX-King hitam dengan nomor polisi B 6621 PHO terparkir tanpa pemilik di teras rumah seberang jalan.
Tersangka mencoba menghidupkan motor tersebut menggunakan kunci yang ia temukan, namun gagal. Ia akhirnya meninggalkan lokasi, tetapi beberapa warga yang melihat kejadian itu menuduhnya sebagai pelaku pencurian. Tersangka kemudian diamankan oleh masyarakat dan diserahkan ke pihak kepolisian Sektor Geumpang, Polres Pidie.
Proses Restorative Justice
Menyadari konteks kasus ini, Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Pidie di Kota Bakti, Yudha Utama Putra, S.H., mengusulkan penyelesaian perkara melalui mekanisme restorative justice. Dalam proses mediasi, tersangka mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada korban, yang kemudian menerima permintaan maaf tersebut dan meminta agar perkara tidak dilanjutkan ke pengadilan, mengingat tidak ada kerugian yang diderita.
Permohonan penghentian penuntutan atas dasar keadilan restoratif kemudian diajukan ke Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh, Muhibuddin, S.H., M.H., yang setelah mempelajari berkas, mendukung usulan tersebut. Selanjutnya, perkara ini diajukan ke JAM-Pidum dan disetujui dalam ekspose virtual.
Empat Perkara Lainnya yang Diselesaikan
Selain kasus Fadhlul Munawar, terdapat empat perkara lain yang juga dihentikan dengan pendekatan restorative justice:
- Selpius Iba (Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni) – Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
- Riki Jhon Barnes Liliefna (Cabang Kejaksaan Negeri Maluku Tengah di Wahai) – Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Werry Rusandi bin Rusadji (Kejaksaan Negeri Pontianak) – Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
- M. Yusuf bin Alm. Ansari (Kejaksaan Negeri Aceh Barat Daya) – Pasal 310 Ayat (1) KUHP tentang Penghinaan.
Pertimbangan Penghentian Penuntutan
Keputusan untuk menghentikan penuntutan dalam lima kasus ini didasarkan pada beberapa faktor, di antaranya:
- Perdamaian telah tercapai, dengan tersangka mengakui kesalahan dan korban memberikan maaf.
- Tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan tindak pidana.
- Ancaman hukuman tidak lebih dari lima tahun penjara.
- Tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
- Proses perdamaian dilakukan secara sukarela tanpa tekanan.
- Masyarakat setempat merespons positif pendekatan ini.
JAM-Pidum menegaskan bahwa para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri harus menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor 01/E/EJP/02/2022. Langkah ini merupakan bagian dari upaya mewujudkan kepastian hukum yang berkeadilan di Indonesia.
Komentar