JAM- Pidum Setujui Penghentian Penuntutan 12 Perkara Lewat Restorative Justice

JurnalPatroliNews – Jakarta – Jaksa Agung RI, melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, menyetujui penghentian penuntutan 12 perkara berdasarkan mekanisme restorative justice pada ekspose virtual, Senin (2/12/2024). Salah satu kasus yang diselesaikan dengan pendekatan ini melibatkan Jumiati Ningsih alias Mbak Jum binti Rubingon dari Kejaksaan Negeri Bangka.

Jumiati sebelumnya diduga melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP terkait tindak pidana penadahan. Berdasarkan kronologi, pada 10 September 2024, Jumiati membeli kabel tembaga seberat 3,8 kilogram seharga Rp266.000 dari seorang pelaku bernama Deden Susanto alias Teten. Barang tersebut diketahui dicuri dari rumah korban, Yoga, yang mengalami kerugian sekitar Rp3,35 juta akibat pencurian kabel sepanjang 500 meter.

Setelah mengakui perbuatannya dan meminta maaf kepada korban, proses perdamaian diinisiasi oleh pihak Kejaksaan Negeri Kaur. Korban menerima permintaan maaf dan mendukung penghentian proses hukum terhadap tersangka. Proses ini dilakukan dengan prinsip musyawarah dan mufakat tanpa tekanan.

Pengajuan penghentian penuntutan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Kaur diteruskan ke Kepala Kejaksaan Tinggi Bengkulu dan akhirnya disetujui oleh JAM-Pidum dalam ekspose tersebut.

Selain kasus Jumiati, 11 perkara lainnya dari berbagai wilayah juga mendapatkan persetujuan penghentian penuntutan, di antaranya:

  1. Cika Tukali alias Eca Tukali (Kejari Minahasa Selatan) – Pasal 351 Ayat (1) KUHP (Penganiayaan).
  2. Ilman Banggu alias Ilman (Kejari Bolaang Mongondow Utara) – Pasal 351 Ayat (1) KUHP (Penganiayaan).
    … (daftar dilanjutkan sesuai prioritas ruang).

Alasan Pemberian Restorative Justice

Menurut JAM-Pidum, penghentian penuntutan diberikan dengan pertimbangan sebagai berikut:

  • Perdamaian antara tersangka dan korban telah tercapai.
  • Tersangka belum pernah dihukum dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
  • Ancaman pidana maksimal tidak lebih dari lima tahun penjara.
  • Pertimbangan sosiologis dan respons positif masyarakat terhadap perdamaian.

“Para Kepala Kejaksaan Negeri diminta menerbitkan SKP2 (Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan) sesuai Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020,” ujar Prof. Asep Nana Mulyana.

Pendekatan restorative justice diharapkan dapat memberikan solusi hukum yang lebih humanis, mendukung pemulihan hubungan sosial, dan memenuhi rasa keadilan masyarakat.

Komentar