JAM-PIDUM Setujui Restorative Justice untuk 3 Kasus Narkoba: Pengguna Didorong Jalani Rehabilitasi

JurnalPatroliNews – Jakarta – Langkah progresif kembali diambil oleh Kejaksaan Agung dalam penanganan perkara narkotika. Melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, Kejaksaan Agung menyetujui tiga permohonan penyelesaian perkara narkotika melalui mekanisme keadilan restoratif (restorative justice). Keputusan ini diumumkan dalam ekspose perkara yang digelar pada Rabu (28/5/2025).

Ketiga kasus tersebut melibatkan tersangka yang berasal dari tiga wilayah hukum berbeda, yaitu Jakarta Utara, Pohuwato (Gorontalo), dan Manokwari (Papua Barat). Adapun para tersangka disangka melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan tuduhan sebagai pengguna narkotika.

Detail Kasus dan Dasar Pertimbangan

Perkara pertama berasal dari Kejaksaan Negeri Jakarta Utara, yang melibatkan tiga tersangka: Juniardi bin Jalaludin, Sayipudin bin Wirya, dan Agus Susilo bin Mukri. Ketiganya disangka melanggar Pasal 112 Ayat (1) atau Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Narkotika.

Perkara kedua dari Kejaksaan Negeri Pohuwato mencakup dua tersangka: Mufti S. Suleman alias Mut dan Onghi Dahlan alias Onghi. Mereka diduga melakukan pelanggaran serupa.

Sementara perkara ketiga berasal dari Kejaksaan Negeri Manokwari, dengan tersangka tunggal Panji Setiono alias Panji. Ia dijerat Pasal 114 Ayat (1), atau Pasal 112 Ayat (1), atau Pasal 127 Ayat (1) UU Narkotika.

JAM-Pidum menjelaskan bahwa keputusan memberikan keadilan restoratif didasarkan pada berbagai pertimbangan objektif. Di antaranya, hasil pemeriksaan laboratorium membuktikan bahwa para tersangka merupakan pengguna narkotika. Selain itu, melalui metode “know your suspect”, penyidik memastikan para tersangka bukan bagian dari jaringan peredaran gelap, melainkan merupakan pengguna akhir atau end user.

Para tersangka juga diketahui tidak pernah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), tidak memiliki peran sebagai bandar atau pengedar, dan hasil asesmen terpadu menyatakan bahwa mereka merupakan pecandu, korban penyalahgunaan, atau penyalah guna narkotika. Selain itu, mereka belum pernah atau maksimal hanya dua kali menjalani rehabilitasi.

Langkah Tegas Berbasis Kemanusiaan

“Kepala Kejaksaan Negeri diminta untuk segera menerbitkan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai dengan Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021,” ujar JAM-Pidum Prof. Asep dalam pernyataan resminya.

Pedoman tersebut menegaskan bahwa penyelesaian perkara narkotika bagi pengguna dapat dilakukan melalui rehabilitasi, bukan pemidanaan, jika terpenuhi syarat tertentu. Ini sejalan dengan prinsip dominus litis yang melekat pada lembaga kejaksaan sebagai pengendali perkara.

Langkah ini sekaligus menandai komitmen kejaksaan dalam mendukung pendekatan hukum yang lebih manusiawi dan berorientasi pada pemulihan, bukan sekadar penghukuman.

Penegakan Hukum yang Adaptif

Dengan disetujuinya tiga permohonan keadilan restoratif ini, Kejaksaan Agung menunjukkan konsistensinya dalam menerapkan pendekatan hukum yang adaptif terhadap tantangan sosial, khususnya dalam kasus narkotika. Pendekatan rehabilitatif diyakini lebih efektif dalam menyelamatkan generasi muda dari jeratan kecanduan serta memutus rantai peredaran narkotika di masyarakat.

Komentar