JAM-Pidum Setujui Restorative Justice untuk Tiga Kasus Narkotika

JurnalPatroliNewsJakarta, — Upaya humanis dalam penanganan perkara narkotika kembali ditegaskan oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, Kejaksaan menyetujui tiga pengajuan permohonan penyelesaian perkara melalui mekanisme keadilan restoratif (restorative justice) dalam kasus penyalahgunaan narkotika.

Keputusan ini diumumkan dalam ekspose perkara yang digelar pada Senin (5/5), sebagai bagian dari komitmen institusi untuk mengedepankan pendekatan rehabilitatif bagi para pengguna narkotika yang memenuhi kriteria sebagai korban atau pecandu, bukan pelaku jaringan peredaran gelap.

Adapun tiga tersangka yang berkas perkaranya disetujui untuk diselesaikan melalui keadilan restoratif antara lain:

  1. A’an Rido Setyawan bin Andri Hariyono dari Kejaksaan Negeri Kebumen, yang disangka melanggar Pasal 112 Ayat (1) atau Pasal 127 Ayat (1) huruf a UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
  2. Ahmad Purbo Krisnanto bin Nhoorsapto Purbo Trinowo dari Kejaksaan Negeri Kota Semarang, yang disangka melanggar Pasal 132 Ayat (1) jo. Pasal 114 Ayat (1) atau Pasal 112 Ayat (1), atau Pasal 127 Ayat (1) huruf a UU Narkotika.
  3. Dimas Andriansyah bin Sumarno dari Kejaksaan Negeri Brebes, yang disangka melanggar Pasal 112 Ayat (1) atau Pasal 127 Ayat (1) huruf a UU Narkotika.

Menurut JAM-Pidum, keputusan pemberian keadilan restoratif ini diambil berdasarkan sejumlah pertimbangan objektif dan hasil asesmen terpadu terhadap para tersangka. Beberapa alasan utama yang mendasari persetujuan ini antara lain:

  • Para tersangka positif menggunakan narkotika berdasarkan hasil uji laboratorium forensik.
  • Berdasarkan metode “know your suspect”, ketiganya dinilai tidak memiliki keterkaitan dengan jaringan peredaran gelap dan hanya berperan sebagai pengguna terakhir.
  • Tidak satu pun dari tersangka yang pernah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
  • Asesmen terpadu mengklasifikasikan mereka sebagai pecandu, korban, atau penyalah guna narkotika.
  • Para tersangka juga belum pernah, atau baru maksimal dua kali, menjalani rehabilitasi, yang dibuktikan melalui dokumen resmi dari lembaga berwenang.
  • Tidak ditemukan indikasi keterlibatan mereka sebagai bandar, pengedar, produsen, atau kurir.

Dengan persetujuan tersebut, para Kepala Kejaksaan Negeri terkait diminta segera menerbitkan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif, mengacu pada Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021. Pedoman tersebut menjadi dasar bagi kejaksaan dalam menerapkan pendekatan rehabilitatif atas perkara narkotika, sejalan dengan asas dominus litis jaksa.

“Restorative justice bukan hanya soal penghentian perkara, tapi juga langkah menuju pemulihan sosial, pemulihan kesehatan korban, dan penurunan angka residivisme. Ini adalah bentuk keadilan yang lebih berorientasi pada solusi, bukan hanya penghukuman,” ujar Prof. Asep Nana Mulyana dalam keterangan resminya.

Kebijakan ini menjadi bagian dari strategi nasional yang lebih luas dalam menanggulangi permasalahan narkotika melalui pendekatan yang lebih manusiawi, khususnya bagi korban penyalahgunaan yang tidak terlibat dalam jaringan kriminal.

Komentar