Tersangka juga menyepakati bahwa uang gadai laptop diambil secara bertahap sebanyak 3 (tiga) kali yaitu pertama sebesar Rp800.000 (delapan ratus ribu rupiah), kedua sebesar Rp 200.000 (dua ratus ribu rupiah) dan ketiga sebesar Rp 500.000 (lima ratus ribu rupiah).
Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Korban. Setelah itu, Korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh Tersangka dihentikan.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Barat Daya mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh. Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh Drs. Joko Purwanto, S.H.
Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui 13 perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap tersangka:
Tersangka I Gusti Ngurah Mas Mahareksha Bhimashakti, Anang Ramadhan Siregar, Suhada Siregar alias Suhada, Jubelson Tampubolon,Egi Sumargio bin Bambang, Fakhrurrazi bin Ridwan, Indra Saputra bin Dahlan, Rahmad Fitra bin Limina, Fitriani binti Saprudin M. Bay (Alm), Muhammad Syahdan als Saddam bin Hamdani, Rea Chandra Merrinda binti H. Achmad Surya, Sarah binti M. Nur, dan Irayati als Ira binti (Alm) Saropi.
“JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” tutupnya.
Komentar