JurnalPatroliNews– Tangerang,- Pengelolaan jabatan Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang pada Selasa (8/7/2025) kembali menjadi sorotan.
Sejumlah pejabat yang menduduki posisi strategis disebut memiliki hubungan kekerabatan dengan pejabat tinggi daerah, memunculkan dugaan praktik nepotisme dan potensi konflik kepentingan dalam rotasi maupun promosi jabatan.
Publik mempertanyakan objektivitas Pemkab Tangerang dalam proses mutasi dan promosi ASN, setelah munculnya nama-nama pejabat yang diketahui memiliki hubungan keluarga, baik dalam satu unit kerja maupun langsung dengan kepala daerah.
Salah satu nama yang menjadi sorotan adalah Dadang Suhendar, Kepala Bidang Pelayanan di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), yang diketahui merupakan paman dari Eva, Kepala Subbidang Penagihan di instansi yang sama. Kedekatan ini menimbulkan kekhawatiran akan netralitas dalam pengelolaan pajak dan retribusi daerah.
Selain itu, Diki, yang menjabat sebagai Kepala Tata Usaha UPT 5 Kelapa Dua, diketahui secara luas sebagai adik ipar dari Bupati Tangerang. Penempatannya dalam jabatan strategis menimbulkan dugaan penyalahgunaan pengaruh kekuasaan di balik proses pengangkatan.
Nama lain yang mencuat adalah Farhan, Kepala Bidang di Bappeda, yang disebut sebagai adik kandung Sekretaris Daerah (Sekda). Mengingat peran sentral Bappeda dalam perencanaan pembangunan daerah, hubungan ini dinilai rawan memengaruhi independensi dan profesionalisme birokrasi.
Sementara itu, posisi Farly sebagai Lurah Cisauk, yang diketahui merupakan anak kandung Bupati, menjadi sorotan tajam publik. Penempatan anggota keluarga inti kepala daerah pada posisi struktural dipandang sebagai bentuk nyata dari praktik dinasti birokrasi yang bertentangan dengan prinsip sistem merit dalam pengelolaan ASN.
Meski belum ada kepastian apakah nama-nama tersebut masuk dalam daftar resmi rotasi jabatan, masyarakat mendesak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk bertindak proaktif dan tidak menunggu munculnya skandal. Mereka meminta Kemendagri menolak pengangkatan pejabat yang memiliki keterkaitan keluarga dengan pejabat tinggi daerah, demi menjaga netralitas dan integritas birokrasi.
Pengamat: Kemendagri Harus Tegas
Pengamat kebijakan publik dan administrasi negara, Firdaus Tusnin, S.Sos., M.A.P, menilai Kemendagri tidak bisa hanya menjadi regulator prosedural, melainkan juga harus tampil sebagai penjaga etika pemerintahan. Menurutnya, praktik nepotisme merupakan bentuk pengkhianatan terhadap Undang-Undang ASN, terutama Pasal 3 dan Pasal 9 UU No. 5 Tahun 2014 yang menekankan sistem merit dan netralitas ASN dari pengaruh politik maupun keluarga.
“Ini bukan soal sentimen pribadi. Ini soal keadilan karier dan tanggung jawab negara menjaga profesionalisme ASN,” tegas Firdaus.
Ia juga mengingatkan bahwa dalam kurun waktu enam bulan sejak kepala daerah dilantik, Kemendagri memiliki kewenangan penuh untuk menyetujui atau menolak pengangkatan pejabat. Hal itu tertuang dalam Pasal 162 ayat (3) UU No. 10 Tahun 2016.
“Ketentuan itu bukan formalitas, tapi mekanisme kontrol atas potensi penyimpangan, termasuk nepotisme,” ujarnya.
Komentar