Pakar Hukum UI: Tak Semua Kasus Pertanahan Bisa Distigmatisasi Mafia Tanah

JurnalPatroliNews – Jakarta,- Istilah mafia tanah kembali mencuat akhir-akhir ini. Kata mafia tanah bukan hal baru bagi dunia kejahatan di Tanah Air. Namun demikian tidak bisa semua kasus pertanahan dianggap ada permainan mafia tanah .

“ Mafia tanah merupakan sebuah kejahatan klasik yang terorganisir dan memiliki ekpertis profesional, karena kadang kala tidak mudah mengungkapnya. Persepsi publik sudah terlanjur memberikan judgement negatif tentang kehadiran pelaku intelektual dalam setiap kasus pertanahan,” kata Guru Besar Hukum Pidana Bidang Studi Ilmu Hukum FHUI, Indriyanto Seno Adji kepada wartawan, Kamis (25/3/2021).

Menurutnya, dalam kasus mafia tanah yang kini kembali populer di masyarakat, Polri sudah bekerja dengan maksimal. “Sebut saja polisi berhasil mengungkap kasus mafia tanah di Pondok Indah, Kemang, Cilandak dan lain-lain. Siapa pun yang terlibat, baik pelaku, penyandang dana maupun aktor intelektualnya pasti akan dijerat dengan Pasal 55 KUHP. Jadi sebenarnya, tidak pernah ada kendala bagi Polri untuk menindak secara tegas semua yang terlibat dalam praktek mafia tanah,” tuturnya.

Namun Indriyanto menyebutkan sebagai negara hukum, masyarakat juga harus menghargai prinsip equal and balances dan tidak subjektif terhadap sebuah kasus. Menurutnya, persoalan tanah atau sengketa tanah tidak selalu bisa dipersepsikan sabagai sebuah permainan mafia tanah.

“Pola mekanisme hukum menjadi solusi utama untuk menyelesaikan sengketa tanah , tapi bukan berarti bila terjadi kekalahan dalam sengketa tanah, baik dari pembeli maupun penjual, bukan langsung memunculkan stigma adanya mafia tanah,” jelasnya.

Dia mencontohkan dalam kasus pembebasan tanah oleh pemerintah maupun swasta terkait kepentingan pembangunan jalan tol atau bagi pengembangan SDA. Bukan tidak mungkin proyek tersebut menimbulkan sengketa hukum perdata ataupun pidana dalam pelaksanaanya.

“Namun tak bisa langsung distigmatisasi subjektif sebagai aksi para mafia tanah ? Ini juga harus dihindari sehingga tidak benar bahwa pembebasan tanah dianggap sebagai permainan mafia tanah,” lanjutnya.

Indriyanto menyebutkan sengketa lahan, baik privat, publik maupun koorporasi selayaknya patuh pada prinsip negara hukum. Bukan menciptakan stigmatisasi mafia tanah yang klasik tersebut.

“Meskipun penindakan hukum tetap merupakan sarana dan basis negarahukum yang patut diapresiasi dalam hal adanya sengketa tanah tersebut,” tuturnya.

(Sindo)

Komentar