JAM-Pidum Setujui 3 Kasus Dihentikan Lewat Restorative Justice

JurnalPatroliNews – Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, menyetujui penghentian penuntutan terhadap tiga perkara pidana berdasarkan mekanisme keadilan restoratif. Keputusan ini diambil dalam ekspose virtual yang digelar, Senin (10/3/2025).

Salah satu kasus yang diselesaikan melalui pendekatan ini adalah perkara yang melibatkan tersangka Derajat Santoso bin Rejop dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ulu Selatan. Ia didakwa melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Kronologi Kasus

Kejadian bermula pada Rabu, 27 Desember 2024, sekitar pukul 11.30 WIB di kediaman saksi H. Munir Huda bin Ispar di Desa Simpang Agung, Kecamatan Simpang, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan. Tersangka memperoleh informasi dari dua Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), yakni Andika Lendra bin Herdiansyah (yang telah menjalani diversi di tingkat penyidikan) dan Rezky (yang masih dalam Daftar Pencarian Orang/DPO), bahwa rumah Munir sering kosong saat salat Jumat.

Dengan niat mengambil barang berharga, tersangka berangkat ke lokasi seorang diri menggunakan sepeda motor Honda Beat milik Rezky (DPO). Setibanya di rumah korban yang dalam keadaan sepi, ia masuk melalui pintu belakang yang tidak terkunci, kemudian mengambil satu unit handphone Realme Note 60 berwarna biru, tiga bungkus rokok RC, dan uang tunai Rp25.000 dari dalam dompet di atas meja. Setelah itu, tersangka meninggalkan tempat kejadian melalui jalur yang sama.

Restorative Justice Jadi Solusi

Mengetahui kasus ini, Kepala Kejaksaan Negeri OKU Selatan, Beni Putra, S.H., M.H., bersama Kasi Pidum Muhammad Ariansyah Putra, S.H., M.H., serta jaksa fasilitator Robby Yustisio Adhyaksono, S.H., M.H., menginisiasi penyelesaian perkara melalui mekanisme keadilan restoratif.

Dalam proses mediasi, tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada korban. Korban pun bersedia memaafkan dan meminta agar proses hukum tidak dilanjutkan. Dengan adanya kesepakatan ini, Kejaksaan Negeri OKU Selatan mengajukan permohonan penghentian penuntutan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, Dr. Yulianto, S.H., M.H., yang kemudian menyetujui permohonan tersebut dan meneruskannya ke JAM-Pidum.

Setelah dilakukan kajian mendalam, JAM-Pidum akhirnya menyetujui penghentian penuntutan terhadap perkara ini dalam ekspose Restorative Justice.

Dua Perkara Lain yang Dihentikan

Selain kasus Derajat Santoso, ada dua perkara lain yang juga diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif, yakni:

  1. Aris Setiawan alias Kilang bin Tatang dari Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan, yang didakwa melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
  2. Marzuki Sahar dari Kejaksaan Negeri Flores Timur, yang didakwa melanggar Pasal 80 Ayat (1) Jo. Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Pertimbangan Penghentian Penuntutan

Pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini didasarkan pada beberapa faktor, antara lain:

  • Telah terjadi proses perdamaian antara tersangka dan korban, di mana korban bersedia memaafkan.
  • Tersangka belum pernah dihukum sebelumnya.
  • Ini merupakan pelanggaran hukum pertama yang dilakukan tersangka.
  • Ancaman hukuman dalam kasus-kasus ini tidak lebih dari lima tahun penjara.
  • Tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
  • Kesepakatan perdamaian dilakukan secara sukarela tanpa paksaan atau tekanan.
  • Baik tersangka maupun korban sepakat untuk tidak melanjutkan kasus ke persidangan karena dianggap tidak memberikan manfaat lebih besar.
  • Ada pertimbangan sosiologis dan respons positif dari masyarakat.

JAM-Pidum pun menginstruksikan para Kepala Kejaksaan Negeri yang menangani perkara ini untuk segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor 01/E/EJP/02/2022.

“Keputusan ini merupakan wujud nyata kepastian hukum bagi masyarakat serta upaya membangun keadilan yang lebih humanis,” ujar JAM-Pidum dalam pernyataan resminya.

Komentar