Ancaman Krisis Iklim Membayangi Industri Keuangan Global, KPR Kena?

JurnalPatroliNews – Jakarta – Industri keuangan global kini dihadapkan pada ancaman besar dari perubahan iklim. Laurence Scialom, seorang profesor ekonomi dari Universitas Paris-Nanterre, memperingatkan bahwa krisis iklim sedang menciptakan “bom waktu” bagi sektor finansial dunia, terutama bank-bank besar yang memiliki investasi besar di perusahaan energi fosil.

“Bank-bank yang memiliki saham dan obligasi di perusahaan bahan bakar fosil akan menyaksikan nilai investasi mereka menurun drastis. Sektor bahan bakar fosil ini bisa menjadi risiko kredit karena profitabilitasnya semakin tertekan,” ungkap Scialom, Senin (11/11/2024).

Menurutnya, aset-aset terkait bahan bakar fosil ini bisa mengalami penurunan nilai secara drastis, menjadikan industri tersebut sebagai risiko finansial yang diabaikan oleh banyak bank saat ini.

Beberapa organisasi non-pemerintah, termasuk Reclaim Finance, telah mengkritik bank-bank Eropa karena dianggap lambat dalam merespons perubahan iklim, terutama menjelang Konferensi Perubahan Iklim PBB COP29 yang berlangsung pada 11 November di Baku, Azerbaijan.

Meskipun dunia berkomitmen untuk transisi ke energi bersih, bank-bank masih mendanai proyek bahan bakar fosil.

Menurut laporan Finance Watch pada Oktober 2022, 60 bank terbesar dunia memiliki aset bahan bakar fosil sekitar US$ 1,35 triliun, meski dalam konferensi COP28 di Dubai tahun lalu, negara-negara menyepakati peralihan ke energi hijau.

Thierry Philipponnat, kepala Finance Watch, menyebut belum ada perubahan besar terkait valuasi bahan bakar fosil untuk jangka panjang. “Belum ada skenario nilai bahan bakar fosil untuk 50 tahun mendatang,” katanya.

Dampak pada Kredit Perumahan

Krisis iklim ini tidak hanya mengancam portofolio energi fosil, tetapi juga bisa berdampak pada kredit perumahan. Bain & Company, sebuah konsultan AS, memperingatkan bahwa kebakaran hutan, kekeringan, dan risiko iklim lainnya mengancam 10% hingga 15% nilai portofolio real estat dari 50 bank terbesar dunia.

Selain itu, tekanan hukum terhadap perusahaan bahan bakar fosil semakin meningkat. Pada 2021, Friends of the Earth Belanda memenangkan gugatan melawan Shell di Pengadilan Distrik Den Haag, di mana Shell diperintahkan untuk mengurangi emisi karbon sebesar 45% pada 2030 sebagai tanggapan atas kontribusinya terhadap krisis iklim.

Ancaman ini menambah tekanan bagi sektor keuangan untuk beradaptasi dan mencari solusi guna meminimalkan dampak perubahan iklim terhadap portofolio investasi mereka.

Komentar