JurnalPatroliNews – AS – Amerika Serikat (AS), bersama dengan negara-negara Eropa dan Arab, kini menyerukan penghentian permusuhan antara Israel dan Hizbullah di Lebanon. Seruan ini telah berlangsung selama 21 hari, bertujuan untuk mengurangi eskalasi konflik dan mempercepat diskusi terkait gencatan senjata di Gaza, Palestina, yang menjadi pemicu utama ketegangan di wilayah Arab.
Seorang pejabat tinggi dalam pemerintahan Presiden Joe Biden menyatakan bahwa gencatan senjata yang diusulkan akan berlangsung di wilayah yang disebut “Garis Biru“. Zona ini membentang di sepanjang perbatasan antara Israel dan Lebanon.
“Kami mendesak semua pihak, termasuk pemerintah Israel dan Lebanon, untuk segera mendukung gencatan senjata sementara,” demikian bunyi pernyataan bersama dari AS dan sekutunya, yang disampaikan oleh Gedung Putih pada Rabu, dikutip dari Reuters Kamis (26/9/2024).
Tak hanya AS, sejumlah negara seperti Australia, Prancis, Jerman, Arab Saudi, Qatar, Uni Emirat Arab, serta Uni Eropa turut menyerukan hal serupa. Beberapa negara lain yang menjadi mitra juga ikut berpartisipasi dalam dorongan ini.
Duta Besar Israel untuk PBB, Danny Danon, menyatakan dukungannya terhadap upaya diplomatik ini, sementara Perdana Menteri Lebanon, Najib Makati, meminta Dewan Keamanan PBB untuk menekan Israel agar segera menyetujui gencatan senjata.
Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Garis Biru, dan mengapa ia menjadi isu penting dalam konflik ini?
Garis Biru: Perbatasan De Facto yang Membara
Garis Biru adalah garis batas de facto yang ditetapkan untuk memisahkan wilayah sengketa antara Israel, Lebanon, serta Dataran Tinggi Golan yang kini berada di bawah kendali Israel. Garis ini diresmikan oleh PBB pada Mei 2000, menyusul penarikan pasukan Israel dari Lebanon selatan yang sebelumnya diduduki sejak tahun 1978.
Sejak pembentukannya, Garis Biru seharusnya dipantau oleh pasukan penjaga perdamaian PBB, yang terdiri dari UNIFIL dan pengamat teknis PBB, UNTSO. Namun, penerapan pengawasan tersebut masih jauh dari harapan.
Mengutip laporan dari Al-Jazeera, ketegangan terus berlanjut di sekitar Garis Biru, terutama di wilayah-wilayah sensitif seperti desa Ghajar yang terbelah, Shebaa Farms, dan Perbukitan Kfarchouba.
Wilayah-wilayah ini berada di zona perbatasan antara Lebanon dan Dataran Tinggi Golan yang diduduki oleh Israel sejak Perang Enam Hari tahun 1967.
Pada tahun 2006, perang Juli antara Hizbullah dan Israel berakhir dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB 1701, yang kembali menegaskan pentingnya menghormati Garis Biru. Komunitas internasional pun menuntut agar kedua pihak, Israel dan Hizbullah, menunjukkan “penghormatan penuh” terhadap garis ini, sebagai upaya untuk memelihara stabilitas dan perdamaian di wilayah tersebut.
Komentar