JurnalPatroliNews – Jakarta – Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) baru-baru ini memperkenalkan senjata baru yang berpotensi mengubah dinamika kekuatan udara di wilayah Indo-Pasifik. Rudal udara-ke-udara jarak jauh yang baru diluncurkan, AIM-174B, kini menjadi perhatian utama, terutama di China, yang khawatir akan dampaknya terhadap keseimbangan kekuatan di kawasan tersebut.
Rudal AIM-174B, yang dikembangkan dari teknologi rudal pertahanan udara SM-6 buatan Raytheon, merupakan senjata jarak jauh terpanjang yang pernah dimiliki oleh AS. Rudal ini resmi diperkenalkan pada bulan Juli dan memiliki beberapa keunggulan strategis. Dengan jangkauan yang mencapai 400 km (250 mil), AIM-174B mampu melampaui jangkauan rudal PL-15 milik China. Keunggulan ini memungkinkan jet tempur AS untuk menjaga ancaman tetap jauh dari kapal induk mereka dan secara efektif menyerang target “bernilai tinggi” milik Tiongkok, seperti pesawat komando dan kendali.
Jenderal Dan Goldfus, Kepala Divisi ke-98 IDF, menekankan pentingnya pengenalan AIM-174B dalam memastikan keselamatan aset penting AS di kawasan tersebut. “Amerika Serikat dapat memastikan keselamatan aset mereka, seperti kelompok kapal induk, dan melancarkan serangan jarak jauh terhadap target PLA (Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok),” ujarnya dalam wawancara dengan Reuters.
Sebelumnya, rudal AIM-120 yang menjadi standar bagi pesawat tempur AS hanya memiliki jangkauan maksimal sekitar 150 km (93 mil), yang memaksa pesawat peluncur untuk mendekati wilayah musuh dan meningkatkan risiko terhadap kapal induk AS dari serangan rudal anti-kapal. Dalam skenario konflik di Laut China Selatan, yang mencakup wilayah dari Indonesia hingga Jepang, Angkatan Laut AS harus beroperasi dalam jarak dekat dengan musuh, yang berpotensi menambah risiko.
Namun, AIM-174B menawarkan solusi untuk masalah ini dengan memungkinkan pesawat tempur AS untuk menjaga jarak yang aman dari ancaman dan menargetkan pesawat tempur China dari jarak yang jauh. Chieh Chung, peneliti di Association of Strategic Foresight, mengungkapkan bahwa kehadiran rudal ini dapat meningkatkan kemungkinan keterlibatan AS dalam konflik besar di kawasan tersebut.
Selama beberapa dekade terakhir, keunggulan AS dalam teknologi pesawat siluman seperti F-117, F-22, dan F-35 sudah cukup untuk menghadapi ancaman udara. Namun, dengan kemunculan pesawat siluman Tiongkok seperti J-20 dan rudal PL-15, keunggulan tersebut mulai terkikis. AIM-174B dikembangkan sebagai respons terhadap tantangan ini, memberikan kemampuan untuk menyerang target dari jarak yang lebih jauh.
Rudal AIM-174B memanfaatkan teknologi SM-6 yang awalnya dirancang untuk pertahanan udara dari kapal, memungkinkan produksi tanpa perlu membangun fasilitas baru. Sejauh ini, rudal ini telah dipasangkan pada pesawat F/A-18E/F Super Hornet milik Angkatan Laut AS dan juga dioperasikan oleh militer Australia. Australia, sebagai sekutu strategis, menjadi lokasi penting untuk proyeksi kekuatan AS di Laut China Selatan, dan telah mendapatkan investasi signifikan dalam infrastruktur militer.
Angkatan Laut AS mengonfirmasi bahwa AIM-174B telah “dikerahkan secara operasional,” meskipun mereka enggan mengungkapkan detail mengenai kemungkinan pasokan kepada sekutu atau integrasi ke pesawat lain. Penambahan AIM-174B ke dalam arsenal Angkatan Laut AS tidak hanya meningkatkan kemampuan serangan jarak jauh tetapi juga merubah perhitungan strategis dalam skenario konflik regional.
“Jika rudal ini cukup efektif untuk mendorong pesawat-pesawat Tiongkok bernilai tinggi untuk mundur, maka AS tidak perlu banyak rudal untuk mempengaruhi perilaku musuh,” kata seorang analis teknis senior AS. “Ancaman ini memaksa musuh untuk mengubah strategi mereka, membuat skenario di Laut China Selatan lebih menguntungkan bagi AS.”
Komentar