Waspada, Prabowo! Gabung BRICS Bisa Berisiko bagi Ekonomi RI

JurnalPatroliNews – Jakarta – Ekonomi Indonesia sedang menghadapi tantangan serius, terutama dengan rencana bergabungnya negara ini ke dalam kelompok BRICS (Brazil, Russia, India, China, dan South Africa).

Beberapa ekonom, termasuk Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira, telah memperingatkan Presiden Prabowo Subianto tentang potensi risiko yang dapat muncul dari keputusan ini, terutama terkait ketergantungan ekonomi Indonesia pada China.

Dalam sembilan tahun terakhir, impor Indonesia dari China telah melonjak 112,6%, meningkat dari US$ 29,2 miliar pada 2015 menjadi US$ 62,1 miliar pada 2023.

Di sisi lain, investasi China di Indonesia juga meningkat signifikan, mencapai 11 kali lipat selama periode yang sama.

Bhima mencatat bahwa Indonesia adalah penerima terbesar pinjaman dari Belt and Road Initiative (BRI) pada 2023, yang semakin memperkuat ketergantungan ekonomi terhadap China.

“China kini menjadi tujuan ekspor terbesar Indonesia, dengan kontribusi mencapai 25,56% dari total ekspor non-migas per September 2024, senilai US$ 20,91 miliar,” ungkap Bhima.

Dia memperingatkan bahwa ketergantungan ini dapat membuat perekonomian Indonesia semakin rentan, terutama dengan proyeksi perlambatan ekonomi China sebesar 3,4% dalam empat tahun ke depan menurut World Economic Outlook IMF.

Banjir barang produksi dari China juga telah mempengaruhi industri lokal, seperti industri keramik, yang terpaksa menghadapi kebijakan bea masuk anti-dumping (BMAD) terhadap 32 perusahaan China.

Bhima menekankan pentingnya diversifikasi mitra dagang dan menyarankan agar Indonesia tidak bergabung dengan BRICS, tetapi justru memperkuat kerjasama dengan negara lain di luar China.

Kondisi geopolitik di kawasan juga menjadi perhatian. Hubungan antara India dan China yang sering kali tegang berpotensi memengaruhi stabilitas BRICS.

Diplomasi China yang belum konsisten, seperti insiden kapal Coast Guard China di Natuna saat pelantikan Prabowo, menambah keraguan mengenai manfaat bergabung dengan BRICS.

Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damhuri juga berpendapat bahwa Indonesia seharusnya tidak perlu bergabung dengan BRICS, mengingat statusnya sebagai anggota G20 yang memiliki skala ekonomi lebih besar.

Menurutnya, Indonesia seharusnya mendorong negara-negara ASEAN lainnya untuk menjadi anggota G20 daripada mengikuti langkah negara lain menuju BRICS.

“Kita tidak perlu platform baru untuk menyalurkan diplomasi di tingkat global. Lebih baik memperkuat posisi di G20,” kata Yose.

Dia juga menekankan pentingnya peran Indonesia sebagai pemimpin di ASEAN, dan bahwa menjadi bagian dari kelompok yang tujuan dan visinya belum jelas bukanlah langkah yang bijak.

Dengan berbagai potensi risiko yang mengintai, penting bagi Indonesia untuk mempertimbangkan kembali keputusan bergabung dengan BRICS dan fokus pada penguatan hubungan internasional yang lebih strategis dan berkelanjutan.

Komentar