JurnalPatroliNews – Jakarta – Ekonomi China mengalami perlambatan signifikan dengan pertumbuhan hanya 4,7% secara tahunan pada kuartal kedua tahun 2024.
Data resmi yang diumumkan pada Senin, 15 Juli 2024, menunjukkan angka ini lebih rendah dari yang diprediksi para analis. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh AFP, CNBC International, Bloomberg, dan Reuters, pertumbuhan PDB China diperkirakan mencapai 5,1%.
“Pada kuartal pertama, PDB meningkat sebesar 5,3% tahun-ke-tahun, namun pada kuartal kedua hanya tumbuh 4,7%,” ungkap Biro Statistik Nasional (NBS) China dalam sebuah pernyataan.
“Penjualan ritel, yang merupakan indikator utama konsumsi, melambat menjadi hanya 2% pada bulan Juni, turun dari 3,7% pada bulan Mei,” tambah mereka.
Investasi di sektor infrastruktur dan manufaktur juga menunjukkan perlambatan pertumbuhan year-to-date (ytd) pada bulan Juni dibandingkan dengan bulan Mei. Selain itu, investasi di sektor real estate juga menurun pada tingkat yang sama sebesar 10,1%.
“Kita harus berusaha lebih keras untuk memperkuat pasar dan merangsang dorongan internal,” ujar biro tersebut dalam siaran pers berbahasa Inggris.
“Kita perlu mengkonsolidasikan dan meningkatkan momentum pemulihan serta pertumbuhan ekonomi untuk memastikan pembangunan yang berkelanjutan dan sehat,” tambahnya.
Di sisi lain, para pejabat China akan mengadakan pertemuan penting hari ini. Presiden Xi Jinping dilaporkan akan memimpin Sidang Pleno Ketiga Partai Komunis, yang biasanya diadakan setiap lima tahun pada bulan Oktober.
Beijing belum memberikan petunjuk pasti mengenai agenda pertemuan tersebut. Namun, mengutip AFP, diperkirakan pertemuan ini akan membahas upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang saat ini lesu.
Berdasarkan data historis, pejabat biasanya mengumumkan perubahan besar dalam kebijakan ekonomi setelah pertemuan ini. Saat ini, ekonomi terbesar kedua di dunia ini sedang berjuang menghadapi krisis utang di sektor real estate, konsumsi yang melemah, populasi yang menua, dan ketegangan geopolitik.
“Kebutuhan akan reformasi sudah jelas,” tulis Tan dan Murphy Cruise dari Moody’s.
“Tetapi perubahan kebijakan besar bisa dianggap sebagai pengakuan kegagalan,” tambah mereka.
Komentar