China Dilanda Krisis Ganda: Pasar Properti Ambruk, Resesi Seks Kian Dalam

JurnalPatroliNews – Jakarta – China kini menghadapi badai ekonomi demografis yang semakin berat. Selain lesunya sektor properti yang belum pulih sejak 2020, penurunan angka kelahiran dan populasi yang menyusut memperburuk tekanan jangka panjang terhadap perekonomian Negeri Tirai Bambu.

Analis Goldman Sachs menyatakan bahwa permintaan rumah baru di kawasan perkotaan China diperkirakan akan tetap di bawah 5 juta unit per tahun dalam beberapa tahun ke depan — jauh merosot dari rekor 20 juta unit pada 2017. Penurunan populasi dan melambatnya laju urbanisasi menjadi dua penyebab utama penurunan drastis ini.

“Permintaan demografis terhadap hunian akan terus tergerus dalam dekade mendatang,” tulis tim analis Goldman Sachs, seperti dikutip CNBC International, Senin (15 Juni 2025).

Mereka juga memproyeksikan bahwa penurunan jumlah penduduk dapat mengurangi permintaan rumah sebesar 500 ribu unit setiap tahun selama 2020-an, dan bisa menurun hingga 1,4 juta unit per tahun pada 2030-an. Ini kontras dengan tren positif pada 2010-an, di mana pertumbuhan populasi menyumbang kenaikan permintaan sekitar 1,5 juta unit per tahun.

Penurunan Angka Kelahiran dan Dampaknya

Kendati kebijakan satu anak telah dihapus sejak 2016, dan pemerintah menawarkan berbagai insentif finansial untuk mendorong kelahiran, angka fertilitas tetap jatuh. Alasan utamanya adalah stagnasi pendapatan, ketidakpastian pekerjaan, serta lemahnya jaminan sosial.

Fenomena ini terlihat jelas dari data penutupan hampir 36.000 taman kanak-kanak dalam dua tahun terakhir, serta penurunan lebih dari 10 juta murid prasekolah. Jumlah sekolah dasar pun menyusut sekitar 13.000 antara 2022–2024.

Dampaknya turut dirasakan pasar perumahan di kawasan strategis dekat sekolah unggulan, yang dulunya sangat diburu. “Dulu, rumah dekat sekolah elit dihargai tinggi karena akses pendidikan dan potensi kenaikan nilai. Kini, tren itu mulai pudar,” jelas William Wu, analis properti dari Daiwa Capital Markets.

Upaya Pemerintah Belum Berhasil Angkat Properti

Sementara itu, intervensi pemerintah pusat dan daerah sejak akhir 2020 belum menunjukkan hasil signifikan. Penjualan rumah baru di 30 kota besar anjlok 11% secara tahunan pada paruh pertama Juni, lebih buruk dari penurunan 3% di bulan Mei.

“Harga rumah turun dengan kecepatan tertinggi dalam tujuh bulan terakhir, memperpanjang tren stagnasi yang telah berlangsung dua tahun,” ungkap Larry Hu, Kepala Ekonom China di Macquarie.

Menuju Jalan Panjang Pemulihan

Tianchen Xu dari Economist Intelligence Unit menilai bahwa ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan hunian masih menjadi persoalan besar yang belum terselesaikan.

“Meski urbanisasi berlanjut dan kebutuhan akan perumahan yang lebih layak tetap ada, untuk menyeimbangkan pasar secara struktural diperlukan waktu puluhan tahun,” ujarnya.

Krisis populasi dan sektor properti yang saling menguatkan ini dinilai sebagai ancaman jangka panjang terhadap stabilitas ekonomi domestik China — dan bisa menjadi contoh pelik bagaimana dinamika demografi bisa menjungkirbalikkan sektor ekonomi secara sistemik.

Komentar