China Tekan Korea Selatan, Tak Ingin AS Nikmati ‘Emas Industri’ dari Tanahnya

JurnalPatroliNews – Jakarta – Pemerintah Tiongkok dilaporkan mulai memperketat kontrol terhadap perusahaan-perusahaan Korea Selatan terkait ekspor ke Amerika Serikat, terutama yang melibatkan logam tanah jarang yang bersumber dari China. Aksi ini dipandang sebagai bagian dari konflik dagang yang makin meluas antara dua kekuatan ekonomi dunia.

Menurut laporan The Korean Economic Daily yang dirilis Selasa (22/4/2025), otoritas Beijing telah menyampaikan instruksi kepada minimal dua produsen transformator asal Korea Selatan agar menghentikan penjualan alat-alat listrik ke militer AS atau mitra kontraktornya, jika alat tersebut mengandung elemen tanah jarang berat dari China.

Surat peringatan dari China menegaskan bahwa ketidakpatuhan terhadap kebijakan ini bisa mengundang sanksi dan tekanan regulasi lebih lanjut.

Seorang sumber dari pemerintah Korea Selatan mengungkapkan bahwa peringatan serupa juga ditujukan kepada sektor-sektor vital lainnya, termasuk produsen kendaraan listrik, layar elektronik, perangkat medis, baterai, dan teknologi kedirgantaraan.

“Jika semakin banyak perusahaan AS yang masuk dalam daftar larangan ekspor China, dan jika tarif balasan diberlakukan, maka raksasa-raksasa industri Korea yang sangat bergantung pada ekspor bisa terkena dampak besar,” ujar Han Ah-reum, peneliti dari Asosiasi Perdagangan Internasional Korea, kepada media lokal.

Laporan ini, meskipun belum diverifikasi secara independen, menandai kemungkinan pertama kalinya China secara terang-terangan melibatkan negara ketiga—dalam hal ini Korea Selatan—sebagai tekanan dalam perseteruan dagangnya dengan Amerika.

Juru bicara Kementerian Perdagangan China mengonfirmasi bahwa barang-barang terkait memiliki “fungsi ganda” dan pengendalian ekspor atas barang-barang semacam ini adalah praktik umum secara global.

“Langkah ini mencerminkan komitmen kami sebagai negara besar yang bertanggung jawab, demi menjaga perdamaian dunia dan stabilitas kawasan,” tegas juru bicara tersebut pada 4 April.

Sementara itu, hubungan bilateral antara China dan Korea Selatan tengah memasuki fase rumit, terutama di tengah kekhawatiran Seoul soal struktur buatan China di Laut Kuning yang dicurigai menjadi bagian dari agenda ekspansi wilayah. China membantah, menyebutkan bahwa struktur tersebut hanya digunakan untuk keperluan akuakultur.

Namun, jika Beijing sebagai mitra dagang utama Seoul terus memperkuat posisi ekonominya melalui tekanan seperti ini, hal tersebut dikhawatirkan akan mengguncang fondasi ekonomi Korea Selatan yang sangat bergantung pada perdagangan global.

Di sisi lain, China juga mulai menggalang dukungan dari negara-negara Asia untuk melawan kebijakan dagang proteksionis dari Presiden AS Donald Trump. Upaya diplomatik ini terlihat dari kunjungan singkat Presiden Xi Jinping ke Asia Tenggara pekan lalu, serta korespondensi antara Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida dengan Perdana Menteri China Li Qiang, yang mendorong Jepang agar bergabung dalam penolakan terhadap proteksionisme global.

Komentar