JurnalPatroliNews – AS – Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) yang akan datang pada bulan November sudah menjadi pusat perhatian banyak pihak, termasuk China. Pertarungan politik ini akan mempertemukan dua tokoh besar, yaitu mantan presiden dari Partai Republik, Donald Trump, dan Wakil Presiden Kamala Harris, yang diusung oleh Partai Demokrat.
Topik utama yang kerap muncul dalam perdebatan antara kedua kandidat ini adalah tentang bagaimana AS akan menangani hubungan dengan China. Baik Trump maupun Harris dikenal memiliki sikap yang keras terhadap Negeri Tirai Bambu, terutama dalam isu perdagangan.
Menurut sejumlah analis, termasuk Carlos Casanova, ekonom senior dari bank Swiss UBP, hubungan antara AS dan China akan tetap tegang, tidak peduli siapa yang terpilih sebagai presiden AS berikutnya.
“Perang dagang antara AS dan China tampaknya akan terus berlanjut, baik di bawah kepemimpinan Trump maupun Harris,” ujarnya dalam wawancara dengan CNBC International pada Jumat (13/9/2024).
Trump dikenal dengan rencana kebijakan tarifnya yang agresif terhadap China. Ia bahkan mengusulkan tarif sebesar 100% untuk produk-produk China serta tarif tambahan sebesar 10%-20% untuk seluruh impor ke AS. Di sisi lain, Harris cenderung akan melanjutkan kebijakan tarif yang telah diterapkan oleh Presiden Joe Biden.
Eswar Prasad, profesor ekonomi di Cornell University, mengungkapkan bahwa kemenangan Trump dapat memperburuk ketegangan ekonomi dan perdagangan antara AS dan China.
Namun, Harris juga tidak sepenuhnya mengesampingkan penerapan tarif yang lebih ketat, mengingat kebijakan Biden sebelumnya yang menetapkan tarif impor senilai USD 18 miliar untuk barang-barang China seperti kendaraan listrik dan baja.
Harris sendiri, meski belum banyak mengungkapkan detail kebijakannya terkait China, menyatakan bahwa kebijakan AS harus berorientasi pada kemenangan dalam persaingan global di abad ke-21.
Komentar