Filipina-AS Untuk Memperkuat Aliansi Mengadakan Latihan Gabungan di Laut China Selatan

JurnalPatroliNews – Jakarta – Marinir Amerika Serikat (AS) dan Filipina menggelar latihan militer gabungan di sebuah pulau kecil yang ada di perairan Laut China Selatan. Latihan gabungan ini melibatkan lebih dari 3.500 tentara.

Seperti dilansir AFP, Sabtu (8/10/2022), ini menjadi latihan Angkatan Laut tahunan pertama yang digelar di bawah pemerintahan Presiden Ferdinand Marcos Jr, yang menyatakan dukungan kuat untuk aliansi AS-Filipina yang terjalin bertahun-tahun, yang sempat memburuk di bawah mantan Presiden Rodrigo Duterte.

Duterte sebelumnya mengancam untuk membatalkan latihan gabungan tahunan itu dan membatalkan kesepakatan militer penting dengan AS, saat dia condong ke China. Namun Marcos Jr memberitahu Presiden AS Joe Biden bulan lalu bahwa dirinya mengapresiasi peran AS dalam ‘menjaga perdamaian di kawasan’.

Latihan gabungan bernama KAMANDAG, kependekan dari Kerja Sama Prajurit Laut, mulai digelar pada Senin (3/10) waktu setempat hingga hingga 14 Oktober mendatang dan akan berlangsung di area pulau utama Pulau Luzon.

Salah satu tujuan dari latihan itu adalah meningkatkan kemampuan pertahanan pantai militer Filipina.

Sekitar 300 tentara terlibat dalam latihan amfibi yang digelar pada Jumat (7/10) waktu setempat di pantai tak berpenghuni di Provinsi Zambales, yang berjarak sekitar 240 kilometer sebelah timur Beting Scarborough, yang direbut China dari Filipina tahun 2012 lalu.

Area penangkapan ikan yang kaya telah menjadi titik rawan konflik antara kedua negara.

“Kita sedang bersiap untuk segala ancaman yang akan datang cepat atau lambat,” ucap juru bicara Korps Marinir Filipina, Mayor Emery Torre.
Namun Torre menegaskan bahwa latihan gabungan itu tidak mensimulasikan serangan oleh negara tertentu dan tidak berkaitan dengan situasi spesifik.

China diketahui mengklaim nyaris seluruh wilayah perairan Laut China Selatan, yang juga diklaim oleh beberapa negara lainnya seperti Filipina, Vietnam, Malaysia dan Brunei. China mengabaikan putusan mahkamah internasional yang menyatakan klaim Beijing tidak memiliki dasar hukum.

Komentar