JurnalPatroliNews – Jakarta – Pejabat Israel mengungkapkan bahwa Iran adalah salah satu negara yang paling ditakuti oleh Israel, terutama karena kepemilikan senjata nuklir dan kedekatannya dengan kelompok militan seperti Hamas dan Hizbullah. Hal ini disampaikan menjelang meningkatnya ketegangan antara Israel dan Iran.
Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, menjelaskan bahwa serangan bersenjata Israel di Jalur Gaza dan Tepi Barat telah memicu reaksi keras dari Iran, yang memungkinkan terjadinya “tindakan pencegahan” dalam waktu dekat.
Presiden Iran, Ebrahim Raisi, menyebut Israel telah “melampaui garis merah” di Gaza, memperingatkan bahwa tindakan Israel bisa memaksa semua pihak untuk mengambil tindakan.
Kampanye militer Israel yang intensif di Gaza selama lima bulan terakhir menimbulkan kekhawatiran akan terbukanya lebih banyak front, terutama dengan dukungan Iran terhadap Hamas dan Hizbullah, yang aktif terlibat dalam konflik. Dilaporkan bahwa Israel kini berada di ambang perang besar dengan Hizbullah, seiring dengan eskalasi pertempuran melawan Hamas.
Menurut The Guardian, situasi di Israel semakin kacau dengan meningkatnya serangan roket dan bentrokan perbatasan, menyebabkan kepercayaan publik terhadap militer dan pemerintah memudar.
Hubungan Kian Memburuk
Sejak didirikan pada tahun 1979, Republik Islam Iran telah mendukung kelompok Palestina dalam perjuangan melawan Israel.
Pengaruh Teheran dalam konflik ini semakin meningkat, terutama dengan munculnya Hizbullah di Lebanon dan Jihad Islam Palestina (PIJ) di Jalur Gaza. Revolusi tahun 1979 mengubah hubungan Iran dan Israel dari sekutu menjadi musuh bebuyutan, menandai fluktuasi dramatis dalam dinamika regional.
Sebelum revolusi, Iran di bawah kepemimpinan Shah merupakan pendukung Israel, mengakui negara tersebut sebagai entitas berdaulat pada tahun 1950.
Namun, setelah kudeta tahun 1953 yang didukung oleh CIA dan MI6, hubungan ini mulai memburuk. Selama tahun 1960-an dan 1970-an, Iran dan Israel bekerja sama secara ekonomi dan militer untuk menghadapi ketegangan yang meningkat dengan negara-negara Arab.
Meskipun kerja sama ini terjadi, gerilyawan kiri Iran, yang menentang rezim Shah, terlibat dalam perjuangan melawan Israel di Lebanon dan Yordania, mendapatkan pengalaman perang gerilya yang kelak akan digunakan dalam konflik di tanah air.
Komentar