Kebijakan Indonesia dan Malaysia Terhadap China

Sebagai salah satu negara Asia Tenggara pertama yang menormalisasi hubungan diplomatik dengan Tiongkok pada 1974, Malaysia telah menunjukkan komitmen terhadap pembangunan hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan. “Dari hubungan bilateral hingga kolaborasi strategis dalam kerangka ASEAN, pendekatan Malaysia membuktikan pentingnya adaptasi dalam membangun kemitraan yang relevan di era modern” jelas Prof. Kuik.

Prof. Kuik menjelaskan tantangan negara-negara kecil seperti Malaysia di tengah rivalitas antara Amerika Serikat dan Tiongkok. Ia memperkenalkan konsep ‘equi-distance’ sebagai strategi diplomasi yang menjaga keseimbangan hubungan dengan berbagai kekuatan besar, sambil tetap mempertahankan kedaulatan dan kepentingan nasional.

Menurutnya, Malaysia bersama negara-negara Asia Tenggara lainnya terus beradaptasi terhadap dinamika geopolitik baru, termasuk peran Jepang dan Korea Selatan sebagai mitra utama dalam ekonomi dan keamanan. “Jepang yang dulunya hanya berfokus pada bantuan ekonomi kini juga berkontribusi dalam stabilitas keamanan kawasan melalui kerja sama pertahanan,” tambah Prof. Kuik.

Dalam menghadapi masa depan, Prof. Kuik menegaskan pentingnya pendekatan yang fleksibel dan strategis bagi Malaysia untuk tetap relevan di tengah dinamika global yang terus berubah. “Keseimbangan antara ketergantungan ekonomi pada Tiongkok dan kolaborasi keamanan dengan negara-negara Barat adalah kunci untuk menjaga stabilitas dan keberlanjutan peran Malaysia di kancah internasional,” tutupnya.

Selanjutnya, Ahmad Khoirul Umam, Ph.D, Managing Director Paramadina Public Policy Institute, menyoroti pentingnya kebijakan luar negeri yang berimbang dan berbasis prinsip dalam menjaga kepentingan nasional Indonesia. Umam menggarisbawahi strategi dan peran Indonesia dalam menghadapi tantangan geopolitik serta peluang yang ada di kawasan dan dunia.

Komentar