Dalam paparannya, Umam menekankan bahwa Indonesia harus mengedepankan prinsip ‘equal distance’ dalam diplomasi. “Keseimbangan hubungan dengan kekuatan besar seperti China, Amerika Serikat, dan mitra lainnya adalah kunci untuk melindungi stabilitas dan otonomi nasional di tengah dinamika Indo-Pasifik” ujarnya.
Strategi ini memungkinkan Indonesia menjaga perannya sebagai mediator dan kekuatan penyeimbang di kawasan. Umam menegaskan bahwa kebijakan luar negeri Indonesia selalu berakar pada prinsip yang diwariskan oleh para pendiri bangsa, seperti anti-kolonialisme, non-blok, dan solidaritas dengan negara-negara berkembang. Prinsip ini, menurutnya, menjadi panduan dalam pengelolaan hubungan strategis dengan China dan kekuatan global lainnya.
Menghadapi rivalitas antara kekuatan besar, Umam mengapresiasi pendekatan Indonesia yang mengadopsi strategi ‘hedging’, sebuah strategi pragmatis yang mencerminkan realisme neoklasik. “Indonesia harus menggabungkan prioritas domestik dengan dinamika eksternal untuk memastikan kepentingan strategis jangka panjangnya tetap terjaga” jelasnya.
Indonesia terus memainkan peran penting dalam forum multilateral seperti ASEAN Summit dan G20, terutama dalam mendukung tata kelola global berbasis aturan. “Komitmen terhadap hukum laut internasional UNCLOS menunjukkan upaya Indonesia untuk memperkuat stabilitas dan kepastian hukum di kawasan” tambahnya.
“Paramadina Public Policy Institute siap menjadi pusat kajian dan kolaborasi untuk penelitian terkait studi China,” tuturnya. Ia percaya bahwa penguatan kapasitas riset dapat memberikan kontribusi nyata bagi pengembangan kebijakan luar negeri Indonesia.
Komentar