Sebelumnya, Namibia sempat mencoba menjual sebagian gajahnya pada 2020, namun dari 170 ekor yang dilelang, hanya sepertiga yang berhasil terjual.
“Permintaan terhadap gajah sangat rendah, bahkan ketika kami mencoba menjualnya,” jelas Brown.
Namun, beberapa pakar mempertanyakan langkah ini. Farai Maguwu, Direktur Centre for Natural Resource Governance, mengatakan bahwa argumen pemerintah tidak memperhitungkan fakta bahwa gajah sering berpindah antar-negara di wilayah tersebut.
Di Zimbabwe, misalnya, operator safari di Taman Nasional Hwange justru mengeluhkan penurunan jumlah gajah.
“Gajah bukanlah masalah utama. Yang jadi persoalan adalah tata kelola lahan yang buruk dan ekspansi pemukiman manusia yang mendekati zona penyangga antara taman nasional dan masyarakat sekitar,” jelas Maguwu.
Pegiat konservasi juga menyuarakan kekhawatiran bahwa pemusnahan hewan liar ini dapat memperburuk ekosistem, yang sudah rapuh akibat kekeringan berkepanjangan.
“Tindakan ini bisa menyebabkan lebih banyak konflik antara manusia dan gajah, terutama jika anggota kelompok mereka terbunuh, yang dapat membuat hewan-hewan ini menjadi lebih agresif,” ujar Elisabeth Valerio, seorang aktivis konservasi dari Taman Nasional Hwange.
Komentar