Laut China Selatan: Upaya Menjaga Kedaulatan di Tengah Konflik Negara Asia Tenggara

JurnalPatroliNews – China- Laut China Selatan wilayah perairan yang dikelilingi oleh negara-negara Asia Tenggara dan Taiwan, telah menjadi pusat sengketa yang melibatkan kepentingan ekonomi, politik, dan keamanan selama lebih dari satu abad.

Di wilayah ini, China telah mengubah klaim wilayahnya dari sembilan garis putus-putus menjadi sepuluh garis putus-putus. Sebelumnya, China mengklaim sembilan garis putus-putus yang meliputi perairan di sekitar Kepulauan Paracel (juga diklaim oleh Vietnam dan Taiwan) hingga Kepulauan Spratly, yang disengketakan oleh Filipina, Brunei, Malaysia, Taiwan, dan Vietnam.

Selain itu, China menambahkan garis putus-putus ke-10 yang mencakup wilayah Taiwan, yang dianggap sebagai bagian dari teritori mereka. Namun, Taiwan sendiri menganggap pulau tersebut sebagai bagian dari wilayahnya, meskipun pemerintahan di Taipei menolak klaim tersebut.

Klaim sepihak China ini tidak bisa diterima begitu saja. Protes keras telah diajukan oleh berbagai negara yang merasa dirugikan, baik dari Asia Tenggara maupun wilayah Asia lainnya.

Tindakan agresif China ini juga berdampak pada wilayah Indonesia. Pada tahun 2020, Indonesia menyatakan kemarahan atas pelanggaran Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang dilakukan oleh kapal-kapal China di perairan Natuna, Kepulauan Riau.

Departemen Luar Negeri Filipina (DFA) memberikan tanggapan keras terhadap upaya terbaru Beijing untuk melegitimasi klaim mereka atas fitur dan zona maritim di perairan yang disengketakan. DFA menyatakan bahwa klaim tersebut tidak memiliki dasar hukum internasional, termasuk Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) tahun 1982. Putusan Arbitrase tahun 2016 juga telah membatalkan sembilan garis putus-putus tersebut.

Malaysia juga menyuarakan dukungannya untuk pembuatan Kode Etik di perairan yang disengketakan tersebut.

Bagaimana dengan Indonesia?

Pemerintah Indonesia memberikan pernyataan tegas terkait klaim terbaru China tersebut. Hal itu disampaikan langsung Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi.

“Posisi Indonesia ini bukan posisi yang baru, tetapi posisi yang selalu disampaikan secara konsisten yaitu bahwa penarikan garis apapun, klaim apapun yang dilakukan harus sesuai dengan UNCLOS 1982. Itu posisi Indonesia yang selalu konsisten disampaikan,” tegasnya.

Pernyataan tersebut menegaskan kembali kedaulatan Indonesia dan bahwa klaim apapun yang tidak sesuai dengan hukum internasional hanyalah klaim tanpa dasar.

Komentar