Manuver Tarif Trump Berbalik Arah, Jilat Ludah Sendiri?

JurnalPatroliNews – Jakarta – Kebijakan tarif dagang yang digagas Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali menuai sorotan. Di tengah semangat proteksionisme yang ia gembar-gemborkan sejak awal masa jabatan, sejumlah keputusan belakangan justru menunjukkan sikap melunak, bahkan kerap bertolak belakang dari pernyataan awalnya.

Mundur dari Tarif untuk Meksiko dan Kanada

Salah satu langkah mengejutkan datang ketika Trump menangguhkan rencana kenaikan tarif sebesar 25% terhadap Kanada dan Meksiko, yang awalnya akan diberlakukan pada awal Februari 2025. Penangguhan itu muncul setelah adanya komunikasi langsung dengan Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum dan Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau.

Langkah diplomatis tersebut dibarengi dengan kesepakatan non-ekonomi: kedua negara sepakat mengerahkan 10.000 aparat ke perbatasan dalam upaya membendung penyebaran narkotika jenis fentanil ke wilayah AS.

“Saya akan selalu menomorsatukan keselamatan rakyat Amerika,” tulis Trump melalui Truth Social usai membatalkan tarif ke Kanada. Ia menambahkan bahwa penundaan itu menjadi peluang untuk membangun kesepakatan ekonomi jangka panjang yang adil.

Penangguhan Tarif Resiprokal untuk Puluhan Negara

Tidak hanya ke negara tetangga, Trump juga memberi kelonggaran tarif bagi 56 negara lain termasuk Indonesia. Pada awal April 2025, ia mengumumkan penundaan pemberlakuan tarif resiprokal selama tiga bulan—kecuali untuk China yang justru mendapat kenaikan tarif hingga 125%.

Alasan utama penundaan ini, menurut Trump, adalah untuk memberi waktu bagi negara-negara mitra AS agar dapat bernegosiasi ulang. Gedung Putih menyebut lebih dari 75 negara sedang dalam antrean untuk mengatur ulang hubungan dagang dengan Washington.

Namun, tarif dasar sebesar 10% tetap diberlakukan untuk hampir semua barang impor, sementara produk strategis seperti baja, aluminium, dan kendaraan bermotor masih dikenai tarif penuh.

Ketegangan dengan China, Tapi Ada Celah Damai

Di sisi lain, tensi dengan China tetap memanas. Trump terus menekan Beijing dengan tarif super tinggi, mencapai 245%. Namun respons China tak kalah tegas, membalas dengan tarif 145% untuk produk AS. Kondisi ini membuat Trump akhirnya menyatakan keinginannya untuk meredam eskalasi tarif.

“Saya tidak ingin membuat harga barang jadi terlalu mahal hingga orang tak sanggup beli,” ujarnya saat berbicara di Gedung Putih.

Beberapa pengamat menyebut Trump mulai membuka ruang negosiasi, namun belum ada kejelasan soal perkembangan perundingan dengan Presiden Xi Jinping. China sendiri telah menyampaikan bahwa mereka tak akan melanjutkan permainan tarif—sinyal bahwa kedua belah pihak kini mempertimbangkan jalan damai.

Barang Elektronik Sempat Dikecualikan

Dalam putaran kebijakan lainnya, Trump juga menunda penerapan tarif baru untuk sejumlah produk elektronik seperti smartphone, komputer, dan komponen semikonduktor. Namun, produk-produk ini masih dikenai tarif dalam kategori khusus, yang dikenal sebagai “Tarif Fentanil” sebesar 20%.

Trump menegaskan bahwa penundaan itu tidak permanen, dan dapat berubah tergantung situasi politik serta ekonomi global.

Mengakui Tarif ke China Akan Dikurangi

Seiring berjalannya waktu, Trump akhirnya memberi sinyal bahwa tarif ekstrem terhadap China akan diturunkan. Ia mengakui bahwa 145% adalah angka yang terlalu tinggi, dan tidak semua pihak akan mampu beradaptasi jika dibiarkan terus berlaku.

“Angkanya mungkin tidak akan setinggi itu. Tapi jangan berharap nol,” ucapnya.

Juru bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, menambahkan bahwa pemerintah tengah menyiapkan ruang dialog untuk mencapai kesepakatan perdagangan baru dengan China. “Bola sudah mulai bergulir ke arah yang lebih positif,” katanya.

Presiden Xi Jinping pun mengirim sinyal diplomatis bahwa konfrontasi tarif hanya akan membawa kerugian bagi semua pihak. Pemerintah Tiongkok mengingatkan negara-negara yang sedang bernegosiasi dengan AS untuk tidak mengambil langkah yang dapat merugikan Beijing.

Komentar