Netanyahu Terdesak! Sekutu Tradisional Israel Kini Angkat Suara Keras

JurnalPatroliNews – Jakarta – Tekanan internasional terhadap Israel semakin meningkat tajam. Negara-negara Barat yang sebelumnya dikenal sebagai pendukung teguh Tel Aviv, kini mulai menyuarakan kritik keras terhadap tindakan militer Israel, khususnya di Gaza dan wilayah Arab lainnya.

Dinamika geopolitik ini menjadi sorotan dunia karena memperlihatkan bagaimana dukungan terhadap Israel mulai retak, bahkan dari para sekutu lamanya sendiri.

1. Jerman: Dari Sekutu Setia Menjadi Kritikus Tajam

Pernyataan mengejutkan datang dari Kanselir Jerman Friedrich Merz. Dalam konferensi pers yang digelar di Turku, Finlandia, pada 27 Mei 2025, Merz menyampaikan bahwa operasi militer Israel di Gaza sudah melewati batas rasional dan tidak lagi bisa dianggap sebagai aksi membela diri.

“Tidak ada logika yang bisa saya pahami dari serangan masif ini. Apakah ini benar-benar melawan terorisme, atau justru menimbulkan bencana baru?” ungkap Merz, mengutip laporan Reuters.

Ini merupakan perubahan besar dalam sikap resmi Jerman, mengingat selama puluhan tahun negara tersebut menjadi salah satu pendukung utama Israel karena beban sejarah Perang Dunia II. Kini, desakan dari rakyat Jerman, politisi koalisi, dan diplomat senior tampaknya memaksa pemerintah merevisi posisi mereka.

Pernyataan Merz juga sejalan dengan peringatan dari Menteri Luar Negeri Johann Wadephul dan seruan dari SPD agar Jerman menghentikan ekspor senjata ke Israel guna menghindari terlibat dalam pelanggaran HAM.

2. Tiga Kekuatan Barat Bersatu Mengancam Sanksi: Inggris, Kanada, dan Prancis

Tiga negara G7 — Inggris, Kanada, dan Prancis — mengeluarkan peringatan keras terhadap pemerintahan PM Benjamin Netanyahu. Mereka mengancam akan menjatuhkan sanksi apabila Israel terus melanjutkan operasi militernya dan menolak membuka akses bantuan kemanusiaan ke Gaza.

Dalam pernyataan bersama yang dirilis pemerintah Inggris, ketiga negara menyebut bahwa penghalangan bantuan esensial melanggar hukum internasional dan tidak dapat ditoleransi.

“Dukungan kami kepada Israel tidak bersifat mutlak. Kami mendukung hak membela diri, tapi tindakan saat ini sangat berlebihan,” demikian bunyi pernyataan tersebut.

Lebih lanjut, ketiganya juga mengecam perluasan permukiman Israel di Tepi Barat dan menegaskan bahwa mereka siap mengambil langkah lebih jauh, termasuk sanksi yang ditargetkan pada individu dan institusi Israel.

3. Amerika Serikat: Dukungan Mulai Terkikis

Meskipun AS tetap mempertahankan status Israel sebagai sekutu utama, indikasi penurunan dukungan mulai terlihat. Setelah Donald Trump melakukan kunjungan ke Timur Tengah dan bertemu tokoh Islamis Suriah Ahmed al-Sharaa, arah kebijakan luar negeri AS terhadap Israel tampak mulai berubah.

Dalam kunjungan ke Riyadh pada 19 Mei 2025, Trump memuji Sharaa dan menyatakan potensi aliansi baru di kawasan yang tidak bergantung pada poros lama. Pesan ini dianggap sebagai sinyal jelas kepada Netanyahu bahwa era dukungan tanpa syarat dari AS mulai berakhir.

Beberapa pejabat AS bahkan menyebut bahwa Washington mulai kehilangan kesabaran terhadap Netanyahu, khususnya karena penolakannya terhadap gencatan senjata di Gaza dan keengganannya mengikuti pendekatan diplomatik AS terhadap Iran.

“Pemerintah ini sangat pragmatis. Jika Netanyahu tidak memberikan keuntungan diplomatik, maka dukungan otomatis juga tak akan datang,” kata David Schenker, mantan pejabat tinggi AS dalam wawancara.

Meski hubungan bilateral tetap kuat secara publik, ketegangan dalam kebijakan dan ekspektasi menunjukkan bahwa Netanyahu tidak lagi bisa mengandalkan AS seperti dulu.

Komentar