JurnalPatroliNews – Jakarta –Arab Saudi tengah menghadapi suhu panas ekstrem yang mendekati 50 derajat Celsius, memicu ancaman serius terhadap nyawa pekerja lapangan.
Kondisi ini menambah beban hidup di negara yang sudah dikenal sebagai salah satu wilayah terpanas di dunia, terutama di tengah dugaan efek perubahan iklim yang memperburuk keadaan.
Menurut laporan AFP, Mohammed, seorang warga Pakistan yang tinggal di Arab Saudi, menggambarkan kondisi tersebut sebagai sangat melelahkan. “Cuacanya sangat panas dan mataharinya sangat menyengat. Saya selalu merasa lelah dan letih,” ungkap Mohammed dalam keterangannya pada Sabtu, 17 Agustus 2024.
Arab Saudi, dengan dominasi padang pasirnya, memang dikenal dengan suhu yang sangat tinggi. Namun, panas ekstrem yang melanda baru-baru ini diduga dipicu oleh perubahan iklim yang menyebabkan musim panas menjadi lebih panjang dan lebih intens. Pada bulan Juni lalu, negara ini sudah merasakan dampak dari suhu ekstrem ketika lebih dari 1.300 orang meninggal selama ibadah haji tahunan di Mekkah.
Untuk melindungi pekerja, pemerintah Arab Saudi telah memberlakukan larangan bekerja di bawah sinar matahari langsung dan di area terbuka antara pukul 12.00 hingga 15.00. Aturan ini, yang dikenal sebagai kebijakan ‘istirahat siang’, berlaku hingga September dan bertujuan mengurangi risiko kesehatan akibat panas berlebih.
Namun, tidak semua pekerja dapat memanfaatkan kebijakan ini. Mohammed, yang bekerja di sektor pengiriman, dan Shakil, seorang pengemudi pengantar asal Bangladesh berusia 22 tahun, terpaksa melanjutkan pekerjaan mereka di luar ruangan meski dalam kondisi panas terik.
Shakil menyatakan, “Matahari sangat terik, tetapi saya tidak bisa bolos kerja di siang hari. Saya akan kehilangan banyak uang,” ujarnya.
Menurut laporan terbaru dari Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), pekerja di negara-negara Arab menghadapi paparan stres panas tertinggi di dunia, dengan 83,6% menderita paparan panas berlebihan di tempat kerja. Karim Elgendy, peneliti nonresiden senior di Middle East Institute di Washington, menegaskan bahwa bekerja di bawah terik matahari siang di Arab Saudi berisiko mengancam kesehatan serius, termasuk sengatan panas.
“Tekanan untuk memenuhi tenggat waktu seringkali membuat pekerja sulit beristirahat yang cukup, sehingga mengabaikan tindakan perlindungan seperti minum air dan mengenakan pakaian yang sesuai,” jelas Elgendy.
Masalah ini semakin diperparah oleh laporan ilmiah terbaru dari University of Colorado Boulder, yang menunjukkan bahwa pencairan es di Samudra Arktik terjadi satu dekade lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya.
Laporan tersebut menggarisbawahi hubungan antara perubahan iklim dan kondisi ekstrem yang kini dirasakan di berbagai belahan dunia, termasuk di Arab Saudi.
Artikel ini menggambarkan tantangan serius yang dihadapi pekerja di tengah kondisi suhu ekstrem dan dampak dari perubahan iklim global, menyoroti perlunya tindakan mitigasi yang lebih efektif untuk melindungi kesehatan dan keselamatan mereka.
Komentar