JurnalPatroliNews – Jakarta –Â Pada hari Selasa (10/6/2025), Rusia melancarkan serangan udara berskala besar yang menyasar ibu kota Ukraina, Kyiv, dan kota pelabuhan Odesa. Serangan ini menggunakan drone dalam jumlah besar dan menimbulkan kerusakan signifikan serta korban jiwa.
Dalam insiden tersebut, satu warga sipil dilaporkan meninggal dunia, sementara beberapa lainnya mengalami luka-luka. Infrastruktur penting termasuk fasilitas medis pun tak luput dari sasaran, dengan rumah sakit bersalin dan ruang gawat darurat menjadi target serangan.
Gubernur Odesa, Oleg Kiper, mengungkapkan bahwa serangan tersebut menyasar rumah sakit dan area permukiman warga. Ia menambahkan bahwa petugas berhasil mengevakuasi rumah sakit sebelum drone menghantam, namun tetap terjadi kerusakan dan kebakaran di beberapa lokasi.
Di kota Odesa, seorang pria berusia 59 tahun meninggal dunia akibat drone yang menyerang bangunan tempat tinggalnya. Selain itu, setidaknya empat orang mengalami luka-luka, dan sejumlah titik lain dilanda kebakaran yang menyebabkan kerusakan lebih lanjut.
Sementara itu, di Kyiv, setidaknya tujuh distrik terkena dampak serangan. Wali Kota Kyiv, Vitali Klitschko, mengingatkan warga untuk tetap berada di tempat perlindungan dan menghindari area yang berbahaya. Ia menegaskan bahwa serangan besar-besaran masih berlangsung dan terus mengancam keamanan kota.
Serangan ini terjadi tak lama setelah perundingan damai yang diharapkan gagal mencapai kemajuan signifikan. Hanya ada kesepakatan terbatas mengenai pertukaran tawanan, yang membebaskan mereka yang sakit, terluka parah, atau berusia di bawah 25 tahun, tanpa rincian jumlah pasti.
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, menyambut baik langkah pertukaran tawanan tersebut. Namun, ia menilai bahwa pembicaraan damai dengan pihak Rusia saat ini tidak berarti apa-apa dan hanya membuang waktu. Ia menyatakan bahwa Rusia terus menunda-nunda dan mengulur waktu, sementara Ukraina merasa perlu mengambil langkah lebih tegas.
Di saat bersamaan, Rusia menolak usulan gencatan senjata selama 30 hari dari Ukraina dan Uni Eropa, dengan alasan bahwa rencana tersebut hanya akan memberikan waktu bagi Kyiv untuk memperkuat pasokan senjata dari Barat.
Andriy Yermak, Kepala Staf Presiden Ukraina, menyerukan komunitas internasional untuk bertindak lebih tegas. Ia menegaskan bahwa meskipun Rusia terus menyerang setiap hari, mereka tetap berpura-pura menginginkan perdamaian. Ia menekankan perlunya sanksi yang lebih keras dan pengiriman senjata yang lebih banyak agar demokrasi mampu menunjukkan kekuatannya.
Sejak invasi besar Rusia ke Ukraina pada 2022, serangan udara dan drone menjadi hal yang hampir rutin terjadi di kota-kota Ukraina. Hanya dua hari sebelum insiden ini, militer Ukraina mencatat rekor penggunaan drone Rusia dengan total 479 unit dalam satu malam. Sebagai balasan, Ukraina juga meningkatkan serangan ke wilayah Rusia, termasuk fasilitas transportasi dan pabrik senjata, yang menyebabkan penutupan sementara sejumlah bandara, termasuk bandara di Saint Petersburg dan 13 bandara lainnya.
Konflik yang telah berlangsung lebih dari tiga tahun ini tampaknya belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Rusia tetap menuntut Ukraina menyerahkan wilayah yang sebelumnya dicaplok dan berjanji tidak akan bergabung dengan NATO, tuntutan yang bagi Ukraina dianggap sebagai ultimatum dan menjadi salah satu faktor utama ketegangan yang terus berlanjut.
Komentar