PBB: Dunia Bergerak Menuju Ambang Pemanasan Berbahaya, Bukti Ilmiah Semakin Kuat

JurnalPatroliNews – Jenewa – Ancaman krisis iklim global kembali ditegaskan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui laporan terbaru yang dirilis oleh Organisasi Meteorologi Dunia (WMO).

Dalam laporan tahunan yang dipublikasikan Rabu ini, badan cuaca dan iklim di bawah naungan PBB mengungkapkan proyeksi mengkhawatirkan mengenai suhu bumi yang terus melonjak.

WMO menyatakan bahwa ada kemungkinan 70 persen suhu rata-rata global antara tahun 2025 hingga 2029 akan melampaui ambang batas 1,5 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri. Batas tersebut sebelumnya ditetapkan dalam Perjanjian Paris 2015 sebagai garis merah untuk mencegah dampak perubahan iklim yang paling buruk.

“Kita baru saja melewati dekade terpanas dalam sejarah pencatatan iklim,” ujar Ko Barrett, Wakil Sekretaris Jenderal WMO. “Sayangnya, tren ini belum menunjukkan tanda-tanda akan membaik, dan artinya, kerugian terhadap ekonomi, lingkungan, serta kualitas hidup manusia akan semakin parah.”

Peringatan Ilmiah: Rekor Suhu Bisa Terlampaui Lagi

Proyeksi ini disusun berdasarkan model gabungan dari beberapa pusat iklim global, termasuk dari Kantor Meteorologi Inggris. Diperkirakan suhu permukaan tahunan global selama lima tahun ke depan akan berkisar antara 1,2°C hingga 1,9°C di atas rata-rata pra-industri (tahun 1850–1900).

Tak hanya itu, terdapat 80 persen peluang bahwa salah satu tahun antara 2025–2029 akan menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat, bahkan melampaui rekor suhu global pada tahun 2024.

Menurut Prof. Peter Thorne, pakar iklim dari Universitas Maynooth, Irlandia, tren ini selaras dengan perkiraan bahwa dunia akan melewati ambang batas 1,5°C dalam satu dekade ke depan. “Dalam dua atau tiga tahun ke depan, kemungkinan ini akan menjadi 100 persen,” katanya.

Target 1,5°C Kian Mustahil

Laporan ini juga menyoroti kegagalan upaya global menekan emisi karbon. Meskipun Perjanjian Paris menargetkan pembatasan pemanasan global serendah mungkin, terutama di bawah 2°C, namun kenyataannya emisi CO₂ dari bahan bakar fosil masih terus meningkat, membuat pencapaian target 1,5°C semakin tidak realistis.

Setiap tambahan sedikit saja pada suhu global—bahkan hanya sepersepuluh derajat—berpotensi memicu intensifikasi gelombang panas, curah hujan ekstrem, kekeringan parah, hingga pencairan es di kutub dan gletser.

Iklim Ekstrem Sudah Terjadi

Bencana iklim pun telah nyata terjadi. Dalam beberapa minggu terakhir, China mencatat suhu lebih dari 40°C, dan Uni Emirat Arab mencetak rekor hampir 52°C. Di Pakistan, badai mematikan terjadi usai gelombang panas hebat. Negara-negara seperti Australia, India, Aljazair, Prancis, Ghana, dan Kanada juga mengalami banjir besar dan kebakaran hutan.

Friederike Otto, ilmuwan iklim dari Imperial College London, menyampaikan peringatan keras. “Kita sudah berada dalam fase berbahaya. Masih bergantung pada batu bara, minyak, dan gas di tahun 2025 adalah tindakan yang tidak masuk akal,” tegasnya.

Laporan WMO tahun ini menjadi pengingat tegas bahwa tanpa tindakan radikal untuk mengurangi emisi karbon, dunia tidak hanya menghadapi ancaman lingkungan, tetapi juga keruntuhan sosial-ekonomi akibat dampak iklim yang semakin tak terkendali.

Komentar