Perempuan Yang Menyelamatkan Benih Pusaka Palestina

Proyek ini secara alami menjadi pengalaman antargenerasi ketika para tetua setempat berbagi pengetahuan mereka dengan pekerja muda yang memiliki otot untuk memindahkan batu besar.

“Ini adalah metode kuno yang brilian; namun, sangat sedikit orang sekarang membuat terasing, dan pengetahuan mereka yang tahu seni terasering juga menghilang saat mereka meninggal,” kata Sansour.

Sansour tahu dia tidak bisa sepenuhnya mengubah metode pertanian lokal, tapi dia berharap bisa membantu mempertahankan setidaknya sebagian dari lahan pertanian tradisional ini sehingga generasi mendatang punya referensi untuk melihat seperti apa warisan hayati mereka dan menjaganya.

“Saya harap kita bisa terus menggarap tanah ini, benar-benar tangan kita ada di hati kita ketika membicarakannya, dan saya sedih karena saya khawatir,” kata Sansour.

Benih bukan satu-satunya yang disimpan Sansour. Untuk melestarikan resep Palestina yang memanfaatkan makanan pusaka, Sansour menciptakan Traveling Kitchen yang dibuat dengan tangan dari kayu, dan dapat dikemas ke dalam mobil.

Dalam salah satu acara dapur pop-upnya, Sansour membuat riqaq o addas, hidangan pasta dan miju-miju dengan saus asam buah sumac berry liar. Sansour juga menyukai Battiri baitinjan, terong dari Battir, yang ia gunakan untuk membuat mutabal mahshi.

Untuk membuat variasi dari mutabal tradisional, terong dipanggang di atas api panas sampai hangus dan kemudian dipotong di tengah untuk diisi dengan bawang putih dan rempah segar termasuk zaatar, ramuan liar dari keluarga thyme, dipetik dari gunung.

Campuran jus lemon dan tahini yang dibuat dari biji wijen yang ditanam secara tradisional di utara disiramkan di atasnya sesaat sebelum disajikan.

Traveling Kitchen memungkinkan orang berkumpul untuk berbagi dan melestarikan cerita. Sesepuh yang datang untuk makan bersama sering kali menyebut nama tanaman yang belum pernah didengar Sansour. Interaksi ini memulai siklus baru jatuh cinta pada sebuah cerita – seperti yang dia lakukan dengan gandum Abu Samra (yang berarti “yang gelap dan tampan”) – dan mengejar varietas pusaka lain yang hilang, mencari, sampai dia menemukan benih yang tersisa untuk ditanam sekali lagi, dipanen dan disimpan.

Komentar