Prancis Hapus Status Darurat di Kaledonia Baru, Kenapa..?

JurnalPatroliNews – Prancis – Kantor Presiden Emmanuel Macron mengumumkan keputusan untuk mencabut status darurat di Kaledonia Baru, langkah awal untuk meredakan ketegangan dan membuka jalan bagi dialog damai.

“Presiden telah memutuskan untuk tidak memperpanjang status darurat pada saat ini,” demikian bunyi pernyataan resmi yang dilaporkan oleh AFP.

Lebih dari 480 personel kepolisian telah dikerahkan ke Kaledonia Baru sebagai langkah bantuan untuk menangani situasi.

Kaledonia Baru, sebuah kepulauan yang berjarak sekitar 17.000 kilometer dari daratan Prancis, telah berada di bawah kendali Paris sejak tahun 1853.

Meskipun demikian, banyak dari penduduk asli Kanak yang menentang kekuasaan Prancis atas tanah mereka dan memperjuangkan otonomi penuh atau kemerdekaan.

Pemerintah Prancis telah merencanakan untuk memberikan hak suara kepada ribuan warga non-pribumi yang telah lama tinggal di wilayah tersebut.

Tetapi, rencana ini menimbulkan protes keras dari masyarakat Kanak yang percaya bahwa ini akan merugikan hak-hak politik mereka.

Perubahan dalam sistem pemilihan menyebabkan kerusuhan di pulau itu, yang kemudian membuat pemerintah Macron mengumumkan status darurat pada tanggal 15 Mei.

Status darurat memberikan kekuatan tambahan kepada aparat keamanan untuk menanggulangi kekerasan di wilayah tersebut.

Namun, kebijakan ini juga memberikan wewenang kepada polisi untuk melakukan penggeledahan, menyita senjata, dan membatasi pergerakan, dengan ancaman hukuman penjara bagi yang melanggar.

Meskipun pemerintah Prancis telah mengirim ratusan pasukan keamanan untuk mengembalikan ketertiban di Kaledonia Baru, kepolisian masih menghadapi tantangan di beberapa daerah di ibu kota, Noumea.

Pemerintah juga telah mengumumkan penutupan bandara internasional kota untuk penerbangan komersial hingga setidaknya 2 Juni.

Presiden Emmanuel Macron mengunjungi Kaledonia Baru pada hari Kamis (23/5) dengan tujuan untuk meredakan ketegangan.

Dalam kunjungannya, Macron menegaskan bahwa rencana reformasi pemungutan suara tidak akan diterapkan secara paksa.

“Kita tidak boleh membiarkan kekerasan menjadi budaya,” ujar Macron menjelang akhir kunjungannya.

Pada Jumat malam (24/5), sehari setelah kunjungan Macron, seorang pria ditembak mati oleh polisi.

Dengan kedatangan 480 personel kepolisian tambahan, jumlah pasukan keamanan Prancis di wilayah Pasifik diperkirakan mencapai 3.500 orang.

Komentar