JurnalPatroliNews – Jakarta – Gempa bumi dahsyat dengan kekuatan 7,7 skala Richter mengguncang Myanmar pada 28 Maret 2025, mengakibatkan kehancuran besar di Mandalay dan Sagaing. Lebih dari 2.700 jiwa dilaporkan tewas akibat bencana ini.
Di negara yang masih kental dengan kepercayaan terhadap takhayul dan astrologi, banyak yang menafsirkan gempa tersebut sebagai tanda buruk bagi pemerintahan Jenderal Senior Min Aung Hlaing. Seorang astrolog di Mandalay, yang identitasnya dirahasiakan demi keamanan, menyatakan bahwa peristiwa alam ini mengandung makna khusus.
“Karena gempa terjadi di hari Jumat saat bulan baru, ini adalah pertanda kelangkaan sumber daya seperti beras dan air, serta lonjakan harga kebutuhan pokok,” ungkapnya kepada Al Jazeera pada Rabu, 2 April 2025.
Ia juga menambahkan bahwa peristiwa ini dapat menjadi awal dari perubahan besar dalam struktur pemerintahan Myanmar. “Perang yang sudah berlangsung mungkin akan semakin memburuk. Bisa jadi ini merupakan tanda bahwa Min Aung Hlaing akan kehilangan cengkeramannya atas kekuasaan.”
Gempa bumi tersebut terjadi hanya sehari setelah Min Aung Hlaing memimpin perayaan Hari Angkatan Bersenjata Myanmar, di tengah konflik bersenjata yang telah berlangsung selama lebih dari empat tahun. Perang saudara di negara tersebut telah menyebabkan lebih dari 6.000 korban jiwa dari kalangan sipil.
“Jenderal Min Aung Hlaing dikenal sangat mempercayai astrologi dan berbagai bentuk takhayul,” lanjut astrolog tersebut. “Jika dia membaca tanda-tanda ini, mungkin ia akan mulai menyadari bahwa kejatuhannya sudah dekat.”
Kepercayaan terhadap astrologi bukanlah hal baru dalam kalangan pemimpin militer Myanmar. Jenderal Ne Win, yang merebut kekuasaan melalui kudeta militer pada 1962 dan berkuasa hingga 1988, dilaporkan pernah menghapus mata uang kyat pecahan 25, 35, dan 75 demi mengikuti saran peramal. Ia kemudian menggantinya dengan pecahan 45 dan 90 karena kedua angka tersebut dapat dibagi oleh sembilan, angka yang dianggapnya membawa keberuntungan. Namun, kebijakan ini justru menyebabkan kehancuran ekonomi dan membuat rakyat kehilangan tabungan mereka.
Di bawah rezim militer Than Shwe pada 2007, para petani di wilayah utara Yangon bahkan diperintahkan untuk menanam bunga matahari. Langkah ini diambil karena bunga tersebut dalam bahasa Burma disebut “Nay Kyar,” yang memiliki makna “berumur panjang,” sebagai upaya untuk memperpanjang masa kekuasaan rezim.
Seorang mantan anggota militer yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan bahwa gempa bumi ini bisa menjadi peringatan keras bagi Min Aung Hlaing. “Banyak yang percaya bahwa bencana alam seperti ini adalah bentuk hukuman alam terhadap seorang pemimpin yang telah membawa penderitaan bagi rakyatnya.”
Astrologi memang memegang peranan besar dalam kehidupan masyarakat Myanmar, terutama di lingkungan militer. Bahkan, banyak tentara yang dikerahkan ke medan perang diberi jimat pelindung dan gelang suci dengan keyakinan bahwa benda-benda ini dapat melindungi mereka dari bahaya.
Sejak pengambilalihan kekuasaan oleh militer, Myanmar terus mengalami ketidakstabilan yang berujung pada kehancuran dan penderitaan bagi rakyatnya. Kini, dengan gempa bumi yang mengguncang, muncul spekulasi apakah ini adalah tanda dimulainya babak baru dalam perjalanan politik negara tersebut.
Komentar