‘Serangan Joker’ Mengguncang Jepang, Apakah Akan Mengubah Citranya Sebagai Salah Satu Negara Paling Aman di Dunia?

JurnalPatroliNews – Akhir Oktober lalu sebuah serangan pria berpisau di dalam kereta bawah tanah di Tokyo, yang menyebabkan 17 orang terluka, telah mengguncang Jepang.

Banyak perhatian pada serangan ini berfokus kepada tersangka, yang tampak menggunakan kostum Joker, tetapi apakah serangan itu mengungkapkan lebih banyak hal mengenai masyarakat Jepang secara keseluruhan?

Jepang merupakan negara yang sangat aman.

Saya tahu, ini sedikit klise.

Tapi hal itu hanya bisa dirasakan ketika Anda tinggal di sini, dan menyadari bagaimana perbedaan Tokyo dari setiap kota-kota besar di dunia.

Kejahatan kecil yang umumnya terjadi di London atau New York, tidak ada di sini.

Kejahatan kekerasan adalah sesuatu yang tidak pernah terpikirkan oleh Anda, setidaknya sebagai seorang laki-laki.

Ketika sebuah serangan kekerasan yang terjadi baru-baru ini di sebuah kereta yang disesaki penumpang, telah memicu alarm peringatan.

Serangan yang disebut “Joker” di malam Halloween telah membuat banyak penumpang bertanya-tanya: apakah aman bagi mereka untuk menggunakan jaringan kereta dan pihak berwenang berusaha keras untuk meyakinkan warga Tokyo bahwa segalanya sudah dilakukan untuk membuat mereka aman.

Ini juga telah memicu spekulasi di media-media mengenai tersangka, dan apakah mungkin ada yang lain “di luar sana” sama seperti lelaki itu?

Banyak yang dibuat dari stelan [kereta] dan kostum “Joker” yang digunakan oleh tersangka berusia 24 tahun.

‘Bukan serangan psikopat’

https://www.bbc.com/ws/av-embeds/cps/indonesia/dunia-59286532/p0b1f1gy/idKeterangan video,

Rekaman video suasana serangan pria berpisau di kereta bawah tanah Tokyo 31 Oktober 2021.

Jika Anda pernah melihat film aslinya, Anda mungkin menyimpulkan bahwa ini adalah sebuah adegan kejahatan yang ditiru, meniru adegan di dalam kereta bawah tanah di New York.

Memang, tersangka dilaporkan telah mengatakan kepada penyidik, bahwa dia “menyembah karakter Joker” dan ingin “membunuh orang sebanyak mungkin”.

Tapi kalangan psikolog kriminalitas mengatakan bahwa tujuan sebenarnya dari kostum dan waktunya bukanlah untuk meniru, tapi menarik perhatian atas kemarahan yang dia lakukan.

“Menurut saya, dia ingin tampil beda,” kata Profesor Yasuyuki Deguchi, psikolog kriminal di Universitas Tokyo Mirai.

“Dia adalah pencari perhatian yang terdistorsi. Dengan berdandan ala Joker pada malam Halloween, dia pikir dia akan lebih menonjol. Dengan bertingkah seperti Joker dan mengatakan dia mirip dengan figur tersebut, dia bisa mendapatkan perhatian lebih dari orang-orang. Saya kira dia tidak memutuskan untuk meniru Joker, karena dia pernah menonton filmnya.”

Saya sudah bicara dengan sejumlah psikolog kriminal sejak serangan terjadi, dan mereka semua mengatakan hal yang sama: ini bukanlah kejahatan seorang psikopat.

Padahal, serangan massal jarang dilakukan oleh penderita gangguan mental yang teridentifikasi.

Meskipun, mereka cocok dengan pola yang berbeda. Hal itu banyak dilakukan oleh laki-laki yang merasa ditolak oleh masyarakat.

“Isolasi sosial atau lemahnya ikatan sosial adalah satu dari faktor berisiko terbesar untuk tindak pidana, seperti pembunuhan massal dan kejahatan sangat serius lainnya,” kata Profesor Takayuki Harada, seorang psikolog kriminal dari Universitas Tsukuba.

“Sehingga, mereka tak punya kerabat, tak punya orang yang dicintai, tak punya kerjaan, dan tak punya ikatan sosial. Mereka kecewa dengan masyarakat dan sangat dimusuhi masyarakat. Mereka juga punya kecenderungan bunuh diri,” katanya.

Komentar