Tarif 145% dari Trump Bikin Geger! Pabrik Ogah Balik ke AS, Biaya Meledak!

JurnalPatroliNews – Kebijakan tarif impor tinggi yang diberlakukan oleh mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mulai mendapat sorotan tajam. Alih-alih menguntungkan, kebijakan ini justru berbalik arah dan menimbulkan beban berat bagi sektor manufaktur serta masyarakat luas di AS.

Dalam survei terbaru yang dilakukan CNBC International pada 14–18 April 2025 terhadap 380 pelaku industri, mayoritas responden dari sektor manufaktur menyampaikan keresahannya terhadap tarif tinggi hingga 145% yang dikenakan pada produk asal Tiongkok. Sebagai informasi, banyak pabrik milik perusahaan AS beroperasi di negara tersebut, dan beban tarif membuat proses produksi menjadi jauh lebih mahal.

Sebanyak 57% responden menyatakan biaya tinggi menjadi alasan utama mereka tidak akan memindahkan proses produksi kembali ke Amerika (reshoring). Sementara itu, 21% lainnya menyebut minimnya tenaga kerja terampil sebagai kendala utama.

Biaya untuk membangun ulang rantai pasokan di dalam negeri pun diperkirakan akan sangat mahal. Sekitar 18% memperkirakan biayanya bisa dua kali lipat dari saat ini, bahkan 47% yakin akan lebih dari dua kali lipat. Akibatnya, 61% perusahaan lebih memilih untuk merelokasi ke negara lain yang memberlakukan tarif lebih rendah ketimbang kembali beroperasi di AS.

Bagi perusahaan yang mempertimbangkan reshoring, hampir separuh (41%) menyatakan butuh waktu 3-5 tahun, sementara 33% memperkirakan lebih dari lima tahun untuk membangun ulang rantai pasokan secara penuh.

Survei juga menyoroti sejumlah faktor lain yang memperburuk kondisi ini, seperti harga bahan baku yang fluktuatif, lemahnya permintaan konsumen, serta ketidakjelasan kebijakan dari pemerintah yang dianggap tidak konsisten dan tidak mendukung iklim usaha.

Bahkan, saat ditanya apakah pemerintahan Trump ‘menindas’ perusahaan-perusahaan dalam negeri, 61% responden menjawab ‘Ya’.

Survei ini melibatkan berbagai asosiasi besar seperti Kamar Dagang AS, Asosiasi Produsen Nasional, Federasi Ritel Nasional, serta pelaku logistik seperti OL USA dan SEKO Logistics.

Komentar