JurnalPatroliNews – Jakarta – Uni Eropa (UE) kini menghadapi perpecahan internal terkait rencana pemberlakuan tarif mobil listrik (EV) asal China. Negara-negara anggota berbeda pandangan mengenai langkah ini, yang muncul setelah dugaan bahwa mobil listrik buatan China mendapat subsidi besar dari pemerintah Beijing, memungkinkan mereka untuk dijual dengan harga lebih murah di pasar Eropa.
Kondisi ini memicu kekhawatiran produsen mobil Eropa yang merasa terancam oleh dominasi kendaraan listrik murah dari China.
Negara-negara seperti Prancis, Italia, Polandia, dan negara-negara Baltik mendukung usulan pengenaan tarif bagi EV asal China, menyebut perlunya melindungi industri otomotif Eropa yang mempekerjakan sekitar 14 juta orang di seluruh benua.
Sementara itu, Jerman, Spanyol, Slovakia, dan Hungaria menentang keras langkah tersebut. Jerman mengkhawatirkan dampak buruk pada investasi besar yang dilakukan oleh perusahaan mobil mereka di China. Sementara Hungaria secara tegas menolak rencana ini, dengan Menteri Luar Negeri Peter Szijjarto menyebutnya sebagai “usulan yang berbahaya.”
Rencana pengenaan tarif tersebut, jika disetujui, akan mencapai angka hingga 35,3%. Keputusan ini datang setelah investigasi Uni Eropa atas subsidi besar-besaran yang diterima oleh industri mobil listrik China, yang dinilai menekan pasar Eropa dengan produk berharga murah. Pemungutan suara dari 27 negara anggota blok ini diharapkan berlangsung pada Jumat, 4 Oktober 2024.
Untuk menghentikan pengenaan tarif, setidaknya 15 negara yang mewakili 65% populasi Uni Eropa harus memberikan suara menentang. Jika tidak ada blok yang cukup besar untuk menentang, komisi Uni Eropa akan memiliki kebebasan untuk menerapkan tarif tersebut secara definitif selama lima tahun mulai 31 Oktober 2024.
Situasi ini meningkatkan ketegangan antara China dan UE. Sebagai balasan atas rencana tarif tersebut, Beijing mengancam akan melakukan pembalasan dengan menyelidiki beberapa produk impor asal Eropa, termasuk brendi, susu, dan daging babi.
Selain itu, ketegangan perdagangan antara China dan UE telah meluas, dengan penyelidikan juga diluncurkan terkait subsidi China untuk panel surya dan turbin angin.
Meski demikian, Uni Eropa menghadapi dilema besar. Di satu sisi, mereka berupaya mengembangkan industri teknologi bersih dan mempercepat transisi hijau.
Di sisi lain, mereka harus berhati-hati agar ketegangan perdagangan dengan China tidak berubah menjadi perang dagang yang dapat merugikan ekonomi blok tersebut secara keseluruhan.
Komentar