Namun, kebijakan ini sempat berubah di bawah kepemimpinan Joe Biden, yang mengembalikan AS ke Dewan HAM PBB serta kembali mendanai UNRWA dengan kontribusi tahunan mencapai US$ 300 juta hingga US$ 400 juta (sekitar Rp 4,9-6,5 triliun). Akan tetapi, pada Januari 2024, Biden menghentikan kembali bantuan tersebut setelah Israel menuduh sejumlah staf UNRWA terlibat dalam serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.
Keputusan ini kemudian diperkuat oleh Kongres AS yang secara resmi menangguhkan pendanaan bagi UNRWA hingga setidaknya Maret 2025. Padahal, UNRWA selama ini berperan penting dalam menyediakan bantuan kemanusiaan, layanan kesehatan, serta pendidikan bagi jutaan warga Palestina di Gaza, Tepi Barat, Suriah, Lebanon, dan Yordania.
Di tengah tekanan ini, Komisaris Jenderal UNRWA, Philippe Lazzarini, menilai badan yang dipimpinnya menjadi target kampanye disinformasi yang bertujuan menggambarkan UNRWA sebagai organisasi yang berafiliasi dengan kelompok teroris.
Di sisi lain, PBB mengungkapkan bahwa ada sembilan staf UNRWA yang diduga terlibat dalam serangan pada 7 Oktober 2023, dan mereka telah dipecat. Bahkan, seorang komandan Hamas di Lebanon yang terbunuh dalam serangan Israel pada September 2024 diketahui pernah bekerja di UNRWA. PBB berjanji untuk menyelidiki lebih lanjut tuduhan tersebut, namun hingga kini masih menunggu bukti lebih lanjut dari Israel.
Sebagai respons atas ketegangan yang meningkat, Israel memberlakukan larangan terhadap UNRWA sejak 30 Januari 2025, yang melarang lembaga tersebut beroperasi di wilayahnya serta berkomunikasi dengan otoritas Israel. UNRWA memperingatkan bahwa kebijakan ini akan menghambat operasi mereka di Gaza dan Tepi Barat, berpotensi memperburuk kondisi kemanusiaan di wilayah tersebut.
Komentar