Uganda Siapkan RUU Baru: Warga Sipil Bisa Kembali Diadili di Pengadilan Militer

JurnalPatroliNews – Jakarta – Pemerintah Uganda tengah menggodok rancangan undang-undang yang menuai polemik, karena membuka kembali peluang bagi warga sipil untuk diadili di pengadilan militer dalam situasi tertentu.

Padahal, Mahkamah Agung negara itu baru saja menyatakan praktik tersebut bertentangan dengan hukum pada Januari lalu.

Menteri Kehakiman dan Urusan Konstitusional Uganda, Nobert Mao, menyampaikan kepada parlemen bahwa draf undang-undang tersebut sedang menanti lampu hijau dari kabinet sebelum diajukan secara resmi ke legislatif.

“Aturan ini akan menjelaskan kondisi-kondisi luar biasa di mana warga sipil dapat dikenakan yurisdiksi militer,” kata Mao seperti dikutip oleh Reuters pada Jumat, 18 April 2025.

Kabar ini langsung memicu protes dari para pegiat hak asasi manusia dan kalangan oposisi. Mereka menilai langkah ini sebagai bentuk kemunduran dalam perlindungan hukum dan kebebasan sipil, serta upaya pemerintah Presiden Yoweri Museveni untuk memperkuat cengkeraman politiknya.

Nicholas Opiyo, pengacara HAM terkemuka di Uganda, menyebut rencana ini sebagai sinyal bahaya bagi demokrasi.
“Seharusnya putusan Mahkamah Agung menjadi akhir dari praktik militerisasi hukum terhadap warga sipil,” ujarnya.

Salah satu tokoh yang berpotensi terdampak oleh RUU ini adalah Kizza Besigye, mantan pesaing Presiden Museveni dalam pemilihan umum dan kritikus keras pemerintah. Setelah Mahkamah Agung membatalkan yurisdiksi militer terhadap warga sipil, kasus Besigye dipindahkan ke pengadilan sipil. Namun, jika undang-undang baru ini diberlakukan, ia mungkin kembali menghadapi proses hukum di ranah militer.

Besigye saat ini masih menghadapi dakwaan terkait dugaan kepemilikan senjata api ilegal, yang menurut tim kuasa hukumnya merupakan bentuk kriminalisasi bermotif politik.
“Pemerintah sedang menciptakan iklim ketakutan dan menyingkirkan lawan politik melalui saluran hukum yang tidak netral,” tegas pengacaranya, Erias Lukwago.

Pihak pemerintah sendiri membantah tudingan tersebut dan menegaskan bahwa pengadilan militer tetap sah digunakan berdasarkan kerangka hukum yang berlaku di Uganda.

“Yurisdiksi militer adalah bagian dari sistem hukum nasional, dan digunakan sesuai prosedur hukum yang sah,” ujar juru bicara pemerintah dalam pernyataan terpisah.

Perdebatan soal batas wewenang pengadilan militer di Uganda memang sudah berlangsung lama. Banyak pihak menilai bahwa kebijakan ini justru memperlihatkan kemerosotan demokrasi dan supremasi hukum di negara yang dipimpin Museveni sejak 1986.

Komentar