JurnalPatroliNews – Kyiv melayangkan protes keras kepada stasiun televisi asal Amerika Serikat, Fox News, setelah insiden kontroversial dalam tayangan Hari Paskah yang menyebut ibu kota Ukraina sebagai bagian dari Rusia. Pemerintah Ukraina menuntut permintaan maaf resmi dan penyelidikan terhadap kesalahan tersebut.
Menurut laporan dari media lokal Ukraina, termasuk RBC-Ukraine yang dikutip oleh Anadolu Agency pada Senin (21/4/2025), Fox News sempat menayangkan liputan kebaktian Paskah dari berbagai penjuru dunia. Dalam tayangan itu, terlihat momen ibadah di Moskow yang dihadiri Presiden Vladimir Putin, serta cuplikan serupa dari Kyiv.
Awalnya, label dalam video menampilkan lokasi dengan benar sebagai “Kyiv, Ukraina.” Namun, tanpa penjelasan, teks tersebut kemudian berubah menjadi “Kyiv, Rusia” dan bertahan selama kurang lebih 20 menit sebelum akhirnya diperbaiki.
Perubahan label itu memicu kemarahan dari pihak Ukraina. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Ukraina, Heorhii Tykhyi, melalui unggahan di platform X (dahulu Twitter), menyatakan bahwa bila itu merupakan kesalahan teknis dan bukan pesan politik yang disengaja, maka harus ada klarifikasi resmi, disertai investigasi internal dari Fox News.
Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky juga menanggapi insiden tersebut melalui akun X pribadinya. Ia menyampaikan apresiasi kepada media yang tetap menyuarakan kebenaran di tengah suasana gencatan senjata yang dideklarasikan oleh Rusia menjelang Paskah.
“Alih-alih menyoroti ibadah di Moskow, seharusnya perhatian diarahkan untuk mendorong Moskow serius menjalankan gencatan senjata secara menyeluruh, setidaknya selama 30 hari pasca-Paskah, demi memberi ruang bagi diplomasi,” kata Zelensky.
Sebelumnya, Presiden Putin pada Sabtu (19/4) telah mengumumkan gencatan senjata sepihak selama 30 jam sebagai tanda komitmen terhadap solusi damai. Menurutnya, hasil dari gencatan itu bisa menjadi indikator kesiapan Ukraina dalam mencari resolusi konflik.
Zelensky merespons dengan menyatakan kesediaan Ukraina untuk mengikuti langkah tersebut, seraya mengusulkan agar masa damai diperpanjang menjadi 30 hari penuh jika gencatan tersebut dijalankan secara tulus.
Namun, kendati jeda tembak-menembak dijadwalkan berlangsung dari Sabtu malam hingga tengah malam Senin (21/4), kedua belah pihak tetap saling menuding telah melakukan pelanggaran terhadap perjanjian sementara itu.
Komentar