Vaksin Nusantara Masuk Jurnal Kesehatan Dunia, WHO Jadikan Cliniccaltrialis.gov Sebagai Rujukan karena Diakui Pemerintah AS

JurnalPatroliNews Jakarta – Situs clinicaltrials.gov yang berlokasi di Amerika Serikat merilis jurnal terkait Vaksin Nusantara dengan judul “Preventive Dendritic Cell Vaccine, AV-COVID-19, in Subjects Not Actively Infected With COVID-19“, pada Jumat (20/8).

Dalam jurnal itu, diulas uji klinis vaksin dari dendritik sel itu. Namun, sejumlah pemberitaan media Tanah Air membantah bahwa WHO telah mengakui uji klinis fase 2 terhadap Vaksin Nusantara besutan Mantan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto.

Disebutkan juga, WHO tidak pernah mengeluarkan pernyataan resmi terkait vaksin ini. Situs ClinicalTrials.gov sendiri merupakan milik Perpustakaan Kesehatan Nasional Amerika Serikat (NLM), bukan WHO.

Terkait hal itu, Pendiri Beranda Ruang Diskusi, Dar Edi Yoga mengatakan, bahwa situs Clinical Trials dibuat berdasarkan aturan Badan Pengawas Makanan dan Obat-obatan AS (FDA), yakni Modernization Act of 1997 (FDAMA).

FDAMA mengharuskan Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS (HHS), melalui NIH, untuk membuat daftar informasi uji klinis bagi studi yang didanai pemerintah maupun swasta.

“Menurut saya WHO pun mengambil jurnal itu sebagai rujukan uji klinis sebuah vaksin karena diakui oleh pemerintah Amerika, atau bisa jadi clinicaltrials.gov dipakai sebagai salah satu lembaga uji klinis oleh WHO,” kata Dar Edi Yoga, Selasa (31/8).

Yoga mengatakan, seharusnya pemberitaan media yang menyebutkan Vaksin Nusantara tidak diakui WHO harus melakukan cek dan ricek terlebih dahulu ke badan dunia itu, atau menunggu pernyataan resmi dari WHO sehingga tidak terjadi trial by the press.

“Harusnya kita mendukung Vaksin Nusantara sebagai karya anak bangsa dengan melakukan pemberitaan yang benar sesuai kaidah jurnalistik,” ujar Yoga yang juga praktisi media.

Yoga juga merasa prihatin jika sebuah media menghakimi pemberitaan media lainnya dengan seolah-olah jadi corong pihak tertentu. Ibarat seperti jeruk makan jeruk.

Seperti halnya mengambil rujukan dari berita yang ditulis oleh Lily Hikam, peraih gelar Ph.D di bidang Biomedical Science, University of California Irvine. Di mana, tulisan Lily di laman Infid, organisasi non pemerintah yang fokus pada isu pembangunan dan demokratisasi, dipublikasikan pada 17 April 2021.

“Sementara perkembangan Vaksin Nusantara dari waktu ke waktu begitu cepat,” tandas Yoga.

Dalam berita tersebut, menurut Lily, terapi ini akan jadi sangat mahal. Proses mengeluarkan sel DC dari tubuh, mengisolasi sel DC dan juga melakukan kultur sel, merupakan proses yang mahal dengan laboratorium yang mesti mematuhi prasyarat tertentu, yang sebetulnya belum tersedia di Indonesia.

“Lha, dr Terawan dan tim mengaku sanggup memproduksi jutaan vaksin atau imonotherapy dalam 1 bulan 10 juta, dan tidak ada kendala biaya yang dikeluhkan selama ini karena tentu banyak pihak yang cinta merah putih ingin membantu,” ungkap Yoga.

Jika mahal biaya produksinya, lanjut Yoga, mengapa negara tetangga berani bayar Rp3,4 triliun untuk memindahkan uji klinis ke negara tersebut? Dan mengapa masih meragukan kehebatan Vaksin Nusantara?

“Sudah terbukti tidak ada efek samping selama 2 kali uji klinis, tambah sehat dan segar iya, seperti yang disampaikan mantan Menkes Siti Fadilah dan juga yang dikatakan Presiden Jokowi ketika melihat Wali Kota Banjarmasin yang sudah disuntik Vaksin Nusantara dan tampak segar,” kata Yoga.

Yoga mengatakan, sejumlah tokoh nasional sudah disuntik Vaksin Nusantara. Ini menunjukkan bahwa Vaksin Nusantara memiliki kelebihan dibandingkan vaksin konvensional yang banyak menimbulkan efek samping.

Menurut Yoga, jika ada yang membantah Vaksin Nusantara tidak dipesan negara lain, tentu pemesanan vaksin dari negara lain itu bukan G to G karena Vaksin Nusantara belum menjadi produk resmi Indonesia. Tentunya menunggu izin resmi dari BPOM.

“Terawan itu punya jaringan internasional karena dia mantan ketua umum organisasi kesehatan militer dunia yang memiliki anggota ratusan negara. Bisa jadi pesanan itu B to B,” tandas Yoga.

Dia juga berharap agar Vaksin Nusantara dapat segera diberikan izin edar pasca uji klinis tahap 3, sehingga masyarakat dapat punya pilihan vaksin mana yang mau digunakan.

“Biarkan rakyat memilih vaksin dengan kesadaran diri dan mengikuti vaksin dengan riang gembira tanpa ada unsur paksaan,” harap Yoga.

Komentar