Hasil Nyata: Kemiskinan Menurun, Ekonomi Melonjak
Dampak reformasi Doi Moi mulai terasa dalam waktu singkat. Pada 1989, hanya tiga tahun setelah reformasi, Vietnam tidak lagi mengalami krisis beras dan bahkan mampu mengekspor 1,4 juta ton beras. Vietnam kemudian menjelma menjadi salah satu eksportir beras terbesar di dunia.
Angka kemiskinan juga mengalami penurunan drastis. Jika pada tahun 1980-an angka kemiskinan mencapai 70%, maka pada 2000-an turun menjadi hanya 32%. Investasi asing terus berdatangan, bisnis swasta berkembang, dan pertumbuhan ekonomi terus stabil di angka tinggi selama 10 tahun terakhir, kecuali pada 2020, 2021, dan 2023 akibat pandemi dan ketidakstabilan global.
Namun, di balik kesuksesan ini, Vietnam juga menghadapi tantangan. Kebijakan Doi Moi yang awalnya berlandaskan ekonomi sosialis, kini telah bergeser ke arah kapitalisme yang menciptakan ketimpangan ekonomi.
Indonesia Tertinggal: Apa Penyebabnya?
Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 hanya mencapai 5,03%, lebih rendah dibandingkan 5,05% pada 2023. Padahal, berbagai sektor ekonomi utama, seperti konsumsi rumah tangga dan investasi, menunjukkan perbaikan.
Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan bahwa penyebab utama perlambatan ekonomi Indonesia adalah menurunnya net ekspor. Pada 2024, ekspor hanya tumbuh 6,51%, sementara impor meningkat tajam hingga 7,95%, berbeda dari 2023 di mana impor justru mengalami kontraksi.
Total net ekspor Indonesia pada 2024 hanya mencapai Rp 513,7 triliun, lebih rendah dibandingkan Rp 514,36 triliun di 2023. Karena net ekspor lebih rendah, kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi pun menurun sebesar 0,01%.
Perbedaan mencolok antara Vietnam dan Indonesia menunjukkan bahwa reformasi ekonomi yang cepat dan progresif dapat membawa negara melesat jauh dalam waktu yang relatif singkat. Tantangan bagi Indonesia ke depan adalah bagaimana mengadaptasi kebijakan yang lebih progresif untuk mengejar ketertinggalan dari Vietnam dan negara lain di kawasan.
Komentar